Adakah Aku di Hatimu?

Tak henti aku bertanya, adakah aku di hatimu?

Kapankah waktu akan bermula, untukku mulai berakar di hatimu. Untukku mampu menjajah hati seseorang yang selama ini begitu kupuja. Inginku kuat mengambil hati itu, lantas kusimpan, kujaga, kurawat, dan tak akan kembali kuberikan air mata kepada hati itu. Cukup aku yang menangis, untuk semua waktu yang telah engkau ceritakan.

Langit boleh selalu mendung, siang dengan terik abadi. Semua adalah pantas kecuali sebutir air mata yang meleleh dari dua bola matamu.

Engkau tentu bingung, bagaimana aku sampai mengetahui bahwa saat ini engkau sedang menangis? Bukankah sudah kukatakan padamu, aku merasa setiap detak jantungmu. Aku tak perlu meraba untuk mengetahuinya, aku cukup merasa dan meyakininya.

Engkau selalu menahan isakan itu di depanku. Engkau selalu berdusta, tetapi hatimu tak pernah mampu melakukannya. Aku tak melihat ketika apa yang ada dalam hatimu begitu mendesak, namun aku merasa. Aku merasa setiap detak jantungmu yang selalu berubah-ubah, aku merasa setiap porimu yang terbuka, dan setiap bulu-bulu yang menceritakan apa yang engkau rasa.

Kapan engkau akan kembali cinta? Sudikah aku menjadi dia yang akan engkau puja.

Lama waktu nian kutunggu. Terlalu lama aku terus menunggu. Aku menunggumu menangis, aku menunggumu tertawa, aku menunggumu bercerita tentang dia, aku menunggu. Kapan waktu akan bermulai menjadi ketika aku tak perlu lagi menunggu.

Untuk semua cerita yang engkau katakan dengan penuh suka, untuk semua kisah yang engkau ucapkan dengan segala duka. Aku terus ada, aku menunggu, aku mendengar setiap ucap kata. Aku menjadi sebuah sandaran untukmu menopang kepala. Aku terus menunggu sembari menahan setiap ucap cinta yang ingin kuberikan.

Lama, teramat lama. Kapan hatimu kembali membuka? Untuk satu nama. Cukup namaku saja.

Kau tahu bagaimana rasanya cinta? Kau tahu bagaimana mendengarkan sebuah ocehan tentang rasa dari seseorang yang sebenarnya engkau puja hingga menusuk dada. Apa engkau tahu bagaimana rasanya tersakiti tanpa harus engkau merasa pernah menyakiti. Sungguh, rasa itu, sakit itu bukan salahmu. Adalah salahku yang belajar mencintaimu.

Tidakkah engkau tahu? Ada aku di sini yang selalu menunggumu. Ada aku yang tak pernah alpa, tetapi mengapa engkau selalu lupa.

Adakah aku di hatimu? Katakanlah, cukup dengan satu bahasa.