Episode Berenang Menyedihkan

Apa kamu tahu kalau aku ini tidak bisa berenang?

Aku ingin cerita pengalamanku hari ini belajar berenang. Sesuai janji bang Jalok a.k.a aneaneh minggu yang lalu, dia akan mengajari aku berenang. Awalnya aku ditawarkan ke tempat minggu lalu di Ujong Pucok, namun aku menolak karena di sana tidak bisa berenang. Jadi, akhirnya kami pun bersepakat ke Bayeun, di daerah Leupung sana.

Perjalanan ke Bayeun relatif mudah karena jalanan sudah diaspal semua, hanya ketika masuk ke dalam sedikit agak becek. Tidak seperti di Ujong Pucok yang sepi, di Bayeun sangat ramai. Muda-mudi terlihat di sana, dan di tempat itu juga sudah banyak yang berdagang penganan kecil.

Ketika sampai di sana, waktu telah Ashar. Jadi kami putuskan sebelum berenang untuk shalat dahulu. Karena sangat susah menemukan mushala di sana, maka aku, bang Umam memutuskan shalat langsung di mana kami bisa menggelar sajadah. Bang Jalok sendiri shalat di sebuah mushala kecil berukuran 1×2 m yang terbuat dari kayu.

Sesudah shalat, kami balik ke atas untuk mencari tempat taruh tas. Ternyata ketika kami membeli gorengan, Ibu tempat kami membeli menawarkan kedainya sebagai tempat penitipan tas. Awalnya aku sedikit sangsi dan ragu hendak menitipkan tas, karena di dalam tas itu aku letakkan BlackBerry-ku. Tetapi aku mencoba berbaik sangka saja.

Setelah menitipkan tas dan mengganti baju, kami pun terjun ke pemandian air.

Baca Selengkapnya

A-B-C-D

Kemarin, sekitar jam 13.00 WIB, Ibnu temanku telepon. Dia mengajakku untuk menghadiri seminar proposal Pak Bos. Cerita punya cerita, ternyata ada pemaksaan di balik semua itu. Tersangkanya adalah Nuril Annissa yang memaksa Ibnu untuk mengunjungi seminar proposal Pak Bos karena dia sendiri tidak bisa.

Ibnu yang tidak punya teman akhirnya memaksa saya juga ikut serta. Awalnya ketika ditelepon saya sudah menyanggupinya, namun saat-saat 15 sebelum pukul 14.00 WIB tiba, saya mencoba membatalkannya.

“Alasannya apa Baygune?” tanya Ibnu.

“Malas banget Nu, harus pakai kemeja, pakai sepatu. Lagian kami sedang malas bawa motor,” jawabku.

Ternyata alasanku yang tidak syar’i itu (menggunakan istillah akh Roby) tidak dapat diterima oleh Ibnu. Dan karena tidak enak hati, aku pun terpaksa ikut.

Baca Selengkapnya

Akibat Tak Bisa Berenang

Dua hari yang lalu, aku ke Ujong Pucok bareng bang Jalok a.k.a aneaneh. Suatu tempat semacam waduk, tempat penampungan mata air yang hendak digunakan sebagai irigasi, namun gagal karena jebol di bagian bawahnya. Jadi, air di sana sama sekali tidak bisa ditampung sesuai dengan perhitungan semula.

Tempat itu sangat bagus. Aku merasa seperti di film-film. Lokasinya, tebing-tebingnya. Aku yang sudah 20 tahun hidup di Aceh hampir tidak tahu betapa ada tempat sebagus itu di rumahku sendiri. Mengapa jauh-jauh ke luar negeri untuk mencari tempat yang bagus jika ternyata di Aceh sendiri ada. Kita cuma belum memaksimalkannya.

Di sana aku rencananya ingin belajar berenang dengan bang Jalok, tetapi air di sana sangat dalam jadi tidak memungkinkan kondisinya untuk belajar berenang. Hu uh, sebel sekali. Tetapi semua itu terobati dengan bagusnya pemandangan di sana dan aku yang dinobatkan sebagai model untuk memperindah hasil fotographi pemandangan di sana.

Baca Selengkapnya

Mencintai Bulan

Matahari sedang mencintai bulan. Siapa bulan? Dia yang hadir ketika malam datang. Kehadiran yang hakiki ketika matahari ada di bawah jejak-jejak kaki.

Matahari tidak pernah punya maksud. Entah bulan hadir ketika malam tiba, atau menggugat matahari ketika gerhana-gerhana muncul mengkudeta.

Matahari tidak punya amarah, walau sejuta sinar hadir dalam dirinya. Walau merah membara setiap makhluk ketika berada di dekatnya. Matahari tidak punya amarah.

Bulan adalah hitam. Cuma terlihat ketika matahari membagi cahaya. Matahari tidak pernah merasa kehilangan sinar, atau juga cemburu ketika semua manusia mencintai bulan. Matahari sadar, dia tidak memiliki apapun, tidak juga keindahan, hanya sinar yang terang benderang.

Baca Selengkapnya