Penjara Hati

Pernahkah kamu terpenjara teman, pernahkah? Sebuah penjara sunyi nan gelap, sebuah penjara yang ada jauh di dalam perut bumi, sebuah penjara yang tak memiliki setitik cahayapun yang bahkan rembulan tak akan pernah bersinar dan langit hitam tak berbintang. Sebuah penjara hati, aku menamakannya.

Sunyi kelam hati ini, begitulah ia. Sebuah penjara tanpa ruang untuk memasukinya, sebuah penjara yang hanya dikelilingi oleh tembok ilusi dan rupa-rupa. Sebuah eksistensi yang begitu menggugat, sebuah hati yang hitam. Tolong jangan pernah menyentuhnya.

Teman, aku berharap kau tidak akan pernah mengalaminya. Tak akan pernah ia menyapamu, atau paling tidak ia tidak akan menjadi sekelam ini. Sebuah bagian tanpa ruang tanpa waktu, lebih pekat dari hitam terpekat, lebih menghisap daripada bintang mati yang terhisap oleh gravitasinya sendiri. Amat menggugat, ia amat menggugat.
Baca Selengkapnya

Bidadari Jadi 2

Bidadari jadi dua, so what? Lantas kenapa…

Tidak apa-apa, cuma hanya ingin berkata demikian, toh bidadari tak memasuki wilayah hatiku. Tidak seperti sang puteri atau “dia” yang begitu mendobrak hati ini.

Dari bidadari yang dulu aku belajar bagaimana arti puasa pada 2 hari yang indah, senin dan kamis. Dan bidadari kali ini mengajarkan aku untuk tunduk pada Tuhanku dengan sepenuh-penuh ketundukan pada malam harinya, mempersempit tidurku dan memaksa untuk sujud, rukuk, menangis kepada-Nya walau harus memaksa di tengah kantuk yang begitu mendera.

Dalam hidupku, bidadari kini menjadi 2.
Baca Selengkapnya

Tuhan Tidak Sedang Bermain Dadu

Cari-cari di google.com eh taunya nyasar ke blogsnya mas hericz.net, lalu ada sebuah pemikiran yang indah di sana, disadur dengan menggunakan kisah. Judul aslinya Gusti Allah Tidak Sedang Bermain Dadu. Selamat menikmati!

Sebulan lebih aku nggak nulis, sudah begitu banyak hal yang terjadi di dunia ini. Kantorku sudah pindah, aku juga pindah rumah (tapi tetep ngontrak), aku sudah beli sepeda motor, Bush datang ke Bogor, dan sebuah pelajaran bahwa hujan durian di negeri tetangga yang tak seindah hujan air di negeri sendiri.

Tapi aku lagi tertarik sama kisah yang sinetron banget di negara alfabet.
Baca Selengkapnya

Waktu Yang Terulang

Sang puteri hari ini berulang tahun. Sumpah dari kemarin aku sudah memikirkan sebuah hadiah yang pantas untuknya, namun aku memang terlalu bodoh dan idiot sehingga aku tak akan mengerti apa yang diinginkannya.

Jauh hari aku memikirkan bahwa tepat di hari ulang tahunnya aku akan mengirimkan hadiah ke rumahnya, tepat jam 00.00 WIB aku akan menelepon dia, namun semua itu terasa buyar… amat sangat tidak tepat. Bahkan aku merelakan kesempatanku yang telah kusiapkan jauh hari untuk mengikuti lomba merancang sepeda hilang begitu saja demi dia. AKU MEMANG TOLOL!

Aku memang tak akan pernah peduli apakah ia akan juga sepertiku, mengingat hari jadiku. Aku memang tak akan pernah peduli apakah ia akan mengirimi aku hadiah atau tidak karena aku amat sangat mengerti memang aku tak pernah hadir dalam kamus hidupnya, tetapi paling tidak aku ingin melakukan sesuatu yang kuanggap pantas untuknya.
Baca Selengkapnya

Aku Tak Peduli

Bagiku, kamu adalah puteri. Tak peduli telah berapa sering dan berkali-kali kamu berganti lelaki. Bagiku kamu tetaplah sang puteri. Aku memang tak pernah peduli.

Maafkan aku puteri, jika kebisuanku membuatmu ragu bahwa betapa cinta aku pada dirimu. Maafkan aku.

Sungguh aku ingin melepaskan tabir lisan ini, namun aku tidak ingin menjadi mereka yang kalah perang oleh cinta. Lalu aku pun menjadi ragu untuk mengungkapkannya.

Puteri, aku telah menjadi iblis…

Aku sudah tidak sesuci dulu lagi, mataku telah ternoda, hatiku telah menghitam. Hanya jasadku yang belum meng-iya-kan apa yang kuinginkan. Aku memang sudah tak pantas untuk bersanding dengan bidadari, aku sudah tak kuasa untuk mempersunting bidadari, namun jangan kau pungkiri aku karena bagiku kau bukan lagi bidadari, kau hanya sang puteri, tidak lebih.
Baca Selengkapnya