Dan aku menggeleng. Tidak! Tegasku dalam ucap gerak tubuh itu. Aku tidak ingin mengenangmu, walau engkau adalah yang paling indah jika kukenang. Aku belum lagi pupus mencintaimu, jangan buat aku menyerah sebelum sebuah ucap kata pinta meminangmu tiba. Jikalah itu telah sampai, dan engkau pun di waktu itu menolak pintaku membangun rumah di antara setengah agama, maka aku rela. Saat itu, engkau, yang pantas untuk dikenang.
Tegakah engkau merobek sayap hatiku? Mencabiknya menjadi serpihan, lantas memintaku cuma mengenang. Mengapa tak kau minta saja aku mendaki Nepal, berdiam lama dengan mata tertutup di sana. Mungkin suatu laksana aku akan menjadi Budha, tercerahkan, dan karmaku dalam mengingatmu hilang ditelan Nirvana.
Atau kau buang bungkam, untuk kata aku menitilah api suci para Brahmana, seperti ketika Sinta berjalan di sana ketika Rama menguji masihkan suci cinta Sinta selepas dia disekap Rahwana. Dan kisah pun berakhir, tak pernah lagi terdengung lanjutan tentang Sinta selepas dia meniti api suci. Terbakarkah ia oleh cinta, atau cinta meredam api.
Tadi, khatib Jumat yang ada di mesjid dekat rumahku berbicara begini. Suatu pembicaraan yang membuat jantung berdetak lebih kencang. “Mengapa orang-orang rela terbangun untuk menonton piala dunia, namun untuk tahajud begitu susah?”
Sebuah pertanyaan yang membutuhkan renungan lebih. Ya, membutuhkan renungan panjang. Bukan pertanyaan dengan jawaban singkat, karena untuk menjawabnya dibutuhkan suatu pencerahan kecuali cuma jawaban kosong yang tiada meninggalkan bekas. Butuh waktu untuk menjawab pertanyaan khatib tersebut.
Jelas aku tersentak. Aku merasa pertanyaan khatib itu adalah pertanyaan Tuhan yang dititipkan lewat mulutnya. Aku merasa Tuhan sedang ingin menyindirku. Seolah dia bertanya: “Kamu Baiquni, mengapa rela bergadang malam untuk hal-hal yang bersifat duniawi? Mengapa kamu rela duduk di depan komputer terus-menerus tetapi untuk membaca ayat-ayatKu saja kamu begitu susah. Mengapa untuk tersungkur sujud di hadapanKu kamu begitu angkuh. Sombong. Siapakah Tuhanmu?”
Khatib tadi yang menjadi Kepala Bidang Dakwah di Dinas Syariat Islam juga bercerita. Mereka terkadang malam sering ke Ulee Lhue, mencegah muda-mudi untuk berpacaran di sana, tetapi apa jawaban mereka? “Kami mau masuk surga atau neraka ya itu urusan kami, apa urusan dengan Bapak?”
Berjuanglah untuk makananmu
Wahai anak-anak negeri
Jangan takut mereka menjarah
Genggam tangan sesamamu
Hantam mereka dari berbagai arah
Mereka yang berkata adil
Sudah cukup kita dengar ocehan
Sudah cukup kita membuka telinga untuk kebohongan
Saatnya tangan berbicara
Agar mereka mengerti
Arti rasa lapar, tertinggal, dan ditindas
Berteriaklah selantang yang engkau mampu
Sergap mereka dari berbagai arah
Patahkan jari-jari mereka
Kuliti setiap kebohongan yang menjalar dari pori-pori mereka
Sudah cukup, kita harus merdeka!
Jujur, aku suka sekali dengan lagu ini. Terkadang aku bisa menangis jika mendengarkannya terutama pada lirik : WHEN I GET OLDER I WILL BE STRONGER. Sungguh menggugah. Lirik asli lagu tersebut, sebelum diedit untuk lagu Piala Dunia juga sungguh bagus, sangat menyentak lirik-liriknya.
Kali ini Aku akan memberikan video lagunya yang kucomot dari Youtube beserta liriknya.
Ooooooh Wooooooh
Give me freedom, give me fire, give me reason, take me higher
See the champions, take the field now, unify us, make us feel proud
In the streets our head are liftin’, as we lose our inhibition,
Celebration it surrounds us, every nations, all around us
Singin forever young, singin songs underneath that sun
Lets rejoice in the beautifull game.
And together at the end of the day.
WE ALL SAY
When I get older I will be stronger
They’ll call me freedom Just like a wavin’ flag
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes back
When I get older I will be stronger
They’ll call me freedom Just like a wavin’ flag
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes
Oooooooooooooh woooooooooohh hohoho
Give you freedom, give you fire, give you reason, take you higher
See the champions, take the field now, unify us, make us feel proud
In the streets our head are liftin’, as we lose our inhibition,
Celebration, it surrounds us, every nations, all around us
Singin forever young, singin songs underneath that sun
Lets rejoice in the beautifull game.
And toghetter at the end of the day.
WE ALL SAY
When I get older, I will be stronger
They’ll call me freedom Just like a wavin’ flag
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes
When I get older I will be stronger
They’ll call me freedom Just like a wavin’ flag
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes
Wooooooooo Ohohohoooooooo ! OOOoooooh Wooooooooo
WE ALL SAY !
When I get older I will be stronger
They’ll call me freedom Just like a wavin’ flag
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes back
When I get older I will be stronger
They’ll call me freedom Just like a wavin’ flag
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes
Wooo hooooo hohohohoooooo
And everybody will be singing it
Wooooooooo ohohohooooo
And we are all singing it
Lirik lagu aku ambil dari webnya http://aphie3.wordpress.com/2010/02/01/k%E2%80%99naan-%E2%80%93-wavin-flag-lyrics-official-worldcup-2010-anthem/
Kalau tidak salah, ada beberapa orang yang mengatakan bahwa aku ini memiliki kepribadian ganda. Itu hasil dari pandangan mereka, tetapi tidak bisa seenaknya dicetuskan bahwa seseorang itu adalah seseorang dengan kepribadian ganda. Diperlukan bukti psikologis oleh seorang psikolog atau psikiater.
Menurutku, mereka berpendapat seperti itu karena melihat ulah dan sikapku. Aku yang kadang terlalu baik, kadang menjadi terlalu buruk serta jahat. Mereka melihat aku di dunia maya yang kadang urakan, kadang tanpa sekat dan blak-blakan bahkan bisa dikatakan cenderung tanpa rasa malu.
Sedangkan ketika mereka melihat aku di dunia nyata rasanya berbeda. Kalau mereka mendengar percakapanku di telepon berbeda. Bahkan mungkin ketika sms mereka tiada menemukan aku. Terkadang, di dalam tulisan-tulisanku, si Baiquni itu pun sirna.