Sebelum Cahaya

Menonton video dan mendengarkan lagu di atas, kadang membuatku menangis. Terutama untuk mereka yang hadir bahkan sebelum cahaya datang. Demikianlah embun. Yang ketika sinar telah menghangatkan, mereka hilang dalam jejak yang tidak tertinggal, tidak pun di dedaunan.

Sering sekali, seumpama embun, hadir dalam kehidupan kita. Hanya saja, kita menjadi abai. Pandangan kita tertutupi, entah oleh ego, ambisi, harapan, atau kenyataan. Mereka yang terus datang sebagai penyejuk, seringkali kita lupakan.

Saat aku mendengarkan lagu ini, aku sering sekali memikirkan kedua orang tuaku. Orang tua yang sering sekali begitu tulus dalam pondasi perjalanan kita, namun hampir selalu kalah oleh segelintir teman, kekasih, atau kehidupan yang datang baru kemudian. Demikianlah kita, menjadi manusia yang lupa rasa. Menjadi manusia yang terlalu sering alpa.

Baca Selengkapnya

Hi Blog!

Baru Hati
sumber: blog.kanjurmarg.com

Hai blog! Lama rasanya kita tidak saling bertegur sapa. Tidak juga aku sering datang ke sini untuk melihatmu seperti dahulu. Tidak ada lagi rasa bahagia saat aku menuliskan segalanya di sini. Aku, seperti merasa bukan lagi aku.

Kau pun diam. Tak memanggilku seperti dahulu. Sangat diam. Kau berubah! Menjadi makhluk mati yang memang mati. Tidak lagi melakukan tarian aneh yang berhasil memanggilku keluar, untuk segera meneteskan air mata saat menulis tiap kalimat yang bertitah di tubuhmu ini.

Kau seperti tidak lagi peduli denganku. Merasa aku telah dewasa, tidak lagi penting untuk berkeluh-kesah. Atau sekedar menangis saat cinta pupus dalam perjalanan takdir. Kau, sekarang abai denganku. Menjadi acuh. Sama seperti orang-orang yang aku benci.

Apakah kau rindu? Denganku tentu. Adakah?

Baca Selengkapnya