Hal-hal Kecil Yang Berarti

Terkadang ada banyak hal-hal kecil yang menjadi kerikil dalam perjalanan kita. Terkadang pula, hal-hal kecil itu pula yang menjadi batu sandungan, namun tidak pula jarang yang kecil menjadi awal sebuah kejuatan besar, atau menjadi bumbu-bumbu indah dalam sebuah kehidupan.

Hal-hal kecil yang tumbuh, dipupuk, dibangun, kelak suatu saat akan menjadi besar. Aku masih mengingat ketika seseorang menceritakan kepadaku kisah Bilal. Nabi, mendengarkan terompah Bilal di surga, karena hal kecil yang secara kontinu dilakukannya, yaitu shalat sunnah setelah wudhu.

Atau masihkah engkau mengingat, tentang seorang pelacur yang rela turun ke dalam sumur terdalam untuk memberi minum seorang anjing yang kehausan? Perbuatannya itu mengantarkannya ke surga, walau mungkin dia adalah seorang pezina.

Dan masih berbekaskah ingatan tentang seorang wanita di zaman Rasulullah yang harus masuk neraka hanya karena menyiksa seekor kucing mati kelaparan, padahal dia adalah seorang ahli ibadah, juga seorang yang gemar berpuasa.

Ada banyak hal yang kecil yang ada di dunia ini terkadang walau tidak terlihat penting namun menjadi kunci penting. Terlebih hal-hal kecil yang dilakukan secara berketerusan.

Baca Selengkapnya

Kemarau dan Hujan

Kata orang, “kemarau semusim bisa terhapus oleh hujan sehari.”

Sebentar lagi mau musim pemilukada di Aceh, kita saksikan berbagai orang bertarung mengiklankan dirinya bahwa merekalah yang terbaik yang layak dipilih. Dan masyarakat seperti terhipnotis dengan hal tersebut, walau cenderung kebanyakan mulai apatis dengan apa yang terjadi pada negeri ini.

Saat puncak, orang-orang seperti lupa, apa yang telah dikerjakan 5 tahun lewat oleh partai-partai yang mereka pilih. Oleh orang-orang dengan wajah yang terus berganti, namun watak, kelakuan, tingkah laku, tabiat yang tetap sama. Namun, hampir setiap orang lupa. Bahwa kemarau yang mereka rasakan, terhapus oleh hujan iklan kampanye bakal calon yang mengguyur datang.

Begitu pula hal sebaliknya terjadi, “Setitik nila, rusak susu sebelanga.”

Baca Selengkapnya

Menilai Secara Adil

Menilai secara adil adalah salah satu bentuk tersendiri yang sulit untuk ditempuh. Sering kali ketika kita telah membenci seseorang, kita tidak mampu adil dalam menilai. Terlalu banyak distorsi yang terjadi saat kita menilai orang yang kita benci.

Dalam pergaulan, saya bertemu dengan orang-orang yang membenci orang lain. Di mata mereka, setelah datangnya kebencian maka hal-hal yang terbaik yang tercetus dari mereka-mereka yang dibenci pun tidak dianggap, malah dikategorikan sebagai salah satu kemunafikan. Mereka yang dibenci adalah orang-orang yang memang terlahir untuk salah.

Begitu pula sebaliknya. Ketika kita mencintai seseorang, maka kita memandang segala hal dengan sebelah mata. Mata seseorang yang sedang jatuh cinta sering kali buta, tidak mampu menilai letak kesalahan seseorang. Hal yang seharusnya salah dibenarkan dan yang memang benar lantas diagungkan.

Selanjutnya, manusia sering kali bingung dalam menilai secara adil bila itu berkaitan dengan dirinya. Ego manusia bekerja bagaimana dia tetap survive terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Karenanya tidak jarang kita melihat orang yang masih saja membenarkan segala kesalahan-kesalahan yang terjadi oleh pribadinya. Seringnya, kesalahan-kesalahan itu adalah bagian paling fatal yang seharusnya tidak diperbuat.

Tuhan pernah berkata. Kata-Nya pada suatu ketika, “Janganlah kebencianmu pada suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil.

Baca Selengkapnya