Ibu Warung

Ibu-ibu Warung

Beberapa waktu yang lalu aku menemukan langganan tempat beli nasi yang baru. Aku memilih karena harganya lebih murah dari tempat yang biasanya aku beli. Warung padang ini menurutku lebih murah, satu porsi nasi dengan lauk telur dadar cukup merogoh kocek sepuluh ribu. Sebenarnya ada tempat lain yang lebih murah, yaitu di warung padang Simpang Tigo yang dekat Mesjid Salman ITB. Aku diperkenalkan tempat itu oleh teman labku, mas Yonan. Dulu, di Simpang Tigo, pakai ayam cuma sepuluh ribu!

Singkatnya, aku pun mulai terasa akrab dengan ibu penjaga warung padang itu. Walau tidak sampai tahu siapa nama ibu itu, paling tidak setiap aku mampir untuk membeli si ibu langsung tersenyum. Hal yang tidak biasa dia lakukan ketika awal-awal aku membeli, menjadikan indikator bahwa tampangku sudah dikenal dan ditunggu. Aku juga mulai berani bertanya kekurangan lauk yang tidak hadir dalam porsi nasiku, terkadang. Misal, aku bertanya tentang kelangkaan daun ubi (di Bandung, orang lebih sering menyebutnya daun singkong .pen) yang aku suka. Dari kegiatan bertanya itu, aku mulai mendengarkan curhat-curhat ibu warung.

Ibu warung terkadang mengeluh, terutama saat aku bertanya tentang ini-itu pada lauknya. Tentang kelangkaan daun singkong, harga barang yang naik, dan sebagainya. Dan aku, dengan kalemnya cuma mengangguk manut tanpa menimpali.

Baca Selengkapnya

senja

Kemarahan

Sudah dua hari, seseorang cuek kepada saya. Jika dirunut, pasalnya sederhana, saya membandingkan Aceh dan Bandung. Saya merasa Bandung akhir-akhir ini panas sekali, bahkan ketika malam. Tidak ada beda dengan Aceh yang juga panas, baik siang maupun malam. Hanya saja, di Aceh, saat kepanasan saya memiliki sebuah AC di kamar untuk mendinginkan diri. Tidak di sini. Hal yang cuma mampu saya lakukan adalah membuka pakaian saya dan berharap kulit saya lebih cepat bertemu dengan angin.

Terakhir, saya mengirimkan sebuah surel (email .red) kepadanya, dengan sebuah judul “Permohonan Maaf“. Entah dia sudah membuka surel tersebut, entah surel tersebut masuk ke dalam SPAM Folder, atau entah langsung dibuang. Saya bukan cenayang, bukan mereka yang bisa melihat dari mata jin yang bergentayangan. Saya cuma manusia biasa. Tapi, sampai sekarang, surel yang saya kirimkan belum juga ada balasan.

Kemarin, saya mengirimkan video lucu. Karena tahu bahwa nomor WhatsApp di handphone-nya telah memblokir saya, maka saya mengirimkan video itu ke nomor yang lain, sebuah nomor WhatsApp yang ada di tablet-nya. Hasilnya, bahkan nomor saya di tablet juga ikut diblokir.

Baca Selengkapnya

Lubang

Lubang

Saat mataku membuka, aku tak mampu melihat apa-apa. Bahkan tak ada sedikit pun cahaya yang datang menari memberikanku warna. Cuma ada kegelapan di sini.

Aku terperangkap. Dalam sebuah lubang sempit yang tak menyisakan ruang pergerakan. Tanganku bebas namun seperti terikat. Ke mana pun arah mataku memandang, tak ada warna yang terikat dalam retina. Sebuah maha gelap di mana aku tak mampu berbuat dan bertindak. Aku seperti dalam lubang.

Entah berapa lama aku telah ada di dalam lubang, bersama seluruh manusia yang juga ikut terperangkap. Kami adalah mereka yang diramalkan, tentang manusia yang ikut, bahkan masuk ke dalam lubang biawak. Sepenggal demi sepenggal, tanpa tahu, tanpa mengerti, tanpa melawan. Aku memang tak melihat mereka karena betapa gelapnya di sini, namun mampu kudengar napas berat mereka yang terperangkap. Adalah aku, yang baru hanya berteriak, sedangkan yang lain sedang terlelap.

Baca Selengkapnya