Bayangan Dusta

Membohongi diri sendiri itu tidak mudah, terutama membohongi hati. Membohongi bahwa cinta itu telah lama mati, padahal aku masih terus mengingatnya dan belum menemukan seorang pengganti. Taman Surga…

Aku lupa, tak pernah ku menghitung hari yang berlalu. Entah berapa lama hatiku masih terus teriris, masih terus perih oleh guratan-guratan rasa sesak yang sulit untuk kuungkapkan. Oleh rasa cinta. Bidadari…

Atau aku pun bingung, mengapa aku mampu setegar ini. Tak ada yang mengajari aku berjalan dalam jalan cinta atau merangkak daripadanya. Tak seperti kecilku ketika ku terjatuh aku tak dipapah, dibiarkan aku terluka agar tegar tulang-tulangku memijak tanah dengan tegak. Tangisanku tak digubris, karena aku sedang berjalan kawan. Berjalan tegak untuk kemudian berlari. Namun tak ada yang pernah memperhatikanku menyusuri jejak-jejak patahan hati, bagaimana dahsyatnya aku ketika mencintai. Sang Putri…

Atau ketikaku mulai bermain-main dengan hati. Yang terluka dan terlampau sakit. Ingin ku membalas pada dunia bagaimana aku begitu menanggung luka, namun dunia tak pernah peduli dan tetap acuh angkuh. Ku ingin membabat semua hati, namun hatiku berontak. Maka kuciptakan satu figur baru: Bayangan Dusta.

Seorang Baiquni telah lama mati, wajahnya terus berganti dengan jiwa baru yang sama sekali tak pernah ada untuk dimengerti. Baiquni tua sudah terlalu luka, sakit, dan tak mampu memijak langkah. Baiquni yang baru adalah figur-figur dusta, figur seolah yang tak pernah memiliki perih, tak pernah memiliki iba, dan selalu berdiri dalam bayang-bayang dusta saat dia mengatakan cinta.

Baiquni yang sekarat segera meronta. Bukan diriku yang begitu kejam dan aku tak pernah mau menjadi lelaki tanpa hati. Aku adalah lelaki ujung ufuk yang tercipta dari cahaya ujung dunia saat cahaya telah kehilangan energi untuk terus bergerak. Saat cahaya mulai membuyar dan tak lagi konstan dalam perjalanan. Aku adalah lelaki Tuhan.

Baiquni yang sekarat hanya akan meronta sekuat kekuatannya. Namun dia akan kembali hilang pudar punah selepas itu. Ada banyak wajah yang akan menggantikannya. Wajah-wajah yang telah dipersiapkan jauh sebelum ejakulasi itu muncul dan menciptakannya.

Baiquni, siapakah dia?

Pertanyaan itu harus terus ditanyakan agar tak mati dia dan menjadilah bayangan-bayangan dusta eksis untuk selamanya. Seorang Baiquni membutuhkan satu jiwa sahaja yang benar-benar mampu membuatnya cinta. Namun cinta-cinta yang datang hanya mampu membenihkan bibit-bibit luka dan nestapa.

Dari Mrn, sang putri, taman surga, lantas ujung bidadari.

Baiquni sekarang sedang mencari sosok bidadari, bidadari yang belum diketahuinya. Hingga biaslah pandangannya dan berucaplah dia pada semua wanita: kamu bidadari.

Pernah ada suatu dongeng di negeri langit. Berceritalah bahwa lelaki-lelaki yang diturunkan dari langit akan menuai bencana hingga kelak mereka bertemu dengan bidadari. Lantas lelaki tersebut akan mencerabut sayap-sayap bidadari dan meninggalkan mereka menuju ujung langit demi mencapai nirwana.

Mereka meninggalkan bidadari dengan sayap yang telah terluka dan berdarah. Nilai nirwana harus ditebus dengan luka cinta yang menganga. Saat mereka melesat pergi dengan sayap pinjaman dari bidadari. Lelaki-lelaki berkata bahwa mereka akan kembali seketika itu saat mencapai nirwana, mereka kata mereka hanya penasaran bagaimana nirwana itu ada dan tercipta. Namun selepas itu mereka tidak pernah kembali. Mereka meninggalkan bidadari yang cacat tanpa sayap. Dan menjejaklah bidadari di dunia, melahirkan lelaki-lelaki bumi.

Baiquni tua pernah bergidik mendengarkan narasi itu dari naskah-naskah langit yang dibacanya. Bagaimana mungkin lelaki mampu meninggalkan bidadarinya hanya setelah sayap bidadari diambil dengan paksa atau tidak terpaksa?

Bayangan dusta terkekeh, nanti kau akan mengerti mengapa semua itu terjadi. Engkau akan paham pada detik pertama engkau melihat surga.

Baiquni tua masih tidak paham, namun lantas menutup mata. Baiquni tua yang sekarat sekarang semakin memprihatinkan, seujung kuku diambang kematian nurani; dia koma.