Debur Ombak

Mengapa lautan terus berombak?
kepan mereda
seperti aliran sungai yang mengalir
kemana dia bermuara

Lelaki itu, lelaki yang menemani 23 tahun hidupku berdiri di ujung ombak, sedikit kakinya berpasir, basah. Telah separuh kain celananya pun ikut basah, namun dia seperti tidak hirau. Tidak juga dia mengangkat celana itu hingga ke lutut seperti yang orang-orang lakukan. Bagiku, dia selalu asing.

Kami berdua berjalan menyusuri bibir pantai, bibir yang tak lagi perawan. Di sana-sini penuh sampah. Mulai dari plastik, botol minuman, tali nilon, bahkan sisa arang yang belum lagi habis terbakar. Orang-orang sering mengadakan camping di sini, bagi mereka itu seperti menyatu dengan alam, tetapi mereka tidak pernah bersatu. Mereka cuma menjajah alam, menjamahnya lantas mencampakkan.

Baca Selengkapnya

Menikmati Kesendirian

Jalan hidupku dituliskan dengan aksara sepi dalam buku panduan takdir. Aku melihat, kata-kata sepi, sendiri, dan terasing mencakup hampir seluruh buku takdirku. Tuhan menuliskannya dengan santai, seperti sedang melukis, dengan senyum; memberi aku takdir kesepian.

Aku pun tersenyum. Pernah aku bertanya, seperti seorang anak lugu nan polos. “Apa itu sendirian Tuhan?

Tuhan mendekapku, membelai rambutku pelan lantas bersuara lembut, “sendiri adalah ketika engkau tidak bersama seorangpun.

Mengapa aku tidak ditakdirkan untuk bersama seseorang?” tanyaku.

Baca Selengkapnya

Sedang Sakit

Aku sedang sakit. Mungkin akumulasi dari kejadian kemarin, ketika aku baru pulang dari sekret FLP Aceh di Tungkop aku menuju warnet, niatnya nostalgia. Aku berkunjung ke warnet Double Net di daerah Jambo Tape, di samping rental komik Desperado.

AC di warnet itu sangat dingin. Aku mengigil sejadi-jadinya. Ingin minta dikecilkan rasanya tidak enak, takut terlalu egois bahwa cuma aku yang merasa kedinginan dan orang lain malah kepanasan.

Langit Banda suram, bulan ini sedang musim hujan. Mungkin itu alasan kedua aku sakit.

Dari semalam, aku begitu kedinginan padahal tidak sedang di dalam ruangan ber-AC. Malah lambaian kipas angin membuatku mengigil. Mungkin memang telah jatahku sakit hari ini.

Baca Selengkapnya

Lelaki Majemuk

Engkau tidak asing,
tidak juga sendiri
lelaki majemuk.

Bahasamu masih sempurna,
tutur katamu masih seperti dulu
ketika lantang suara membuka mata
waktu azan pertamaku

Engkau masih tersenyum,
tidak pernah kaku
hanya kulitmu mulai memudar
dan peyot punggungmu kentara

Seperti dulu,
sebelum matahari muncul kau telah pergi
dan akan kembali ketika matahari benar-benar mati
untukku, dan semua naunganmu

Kita memang tak serupa,
kadang aku membantah, kadang engkau
masing-masing kita melihat jalan dalam hidup
ada banyak pilihan untuk digenggam

Lelaki majemuk,
tak akan pernah sendiri lagi tak asing
inginku selalu mewarta tentangmu
tentang rinduku yang terus membumbung
bahkan sebelum habis usia.

Baca Selengkapnya

Karena Engkau Berharga

Di kesepian malam, entah mengapa jemari tanganku terus tergerak. Di antara berbagai jejaring yang kutelusuri, aku mengingat satu nama. Sebuah nama yang bagiku begitu berharga.

Aku mengetikkan www.google.com kemudian aku mengetikkan namanya. Sebuah nama yang terus menjajah alam pikirku selama ini, sebuah nama yang mampu membuat aku merenung hingga pagi berganti, sebuah nama khayal yang kutahu tak akan mampu kugapai. Bidadari ketiga.

Aku mengetik namanya. Aku menunggu. Google memberiku hasil, sederetan kunjungan persinggahannya di dunia maya, atau berderet-deret namanya di website yang memberitakan tentang dia.

Dia sama sepertiku, tidak menggunakan kekuatan anonymous di dunia maya. Aku melihatnya mengetikkan nama-namanya secara utuh, melihatnya memberikan email dan akses bagaimana cara menghubunginya. Aku tersenyum dengan semua itu, betapa utuhnya kami memiliki sifat yang sama. Aku seperti bercermin. Aku melihat aku dalam dirinya.

Baca Selengkapnya