Luka

Luka Kehidupan
sumber: 1kertasusang.blogspot.com

Dulu, aku mengira bahwa luka mampu membuat orang berubah. Membuat mereka mempelajari sesuatu dari apa yang telah mereka lakukan. Ternyata aku salah. Tidak demikian adanya. Terkadang, manusia, setelah berulang kali jatuh, mereka tidak mampu belajar dari kesalahannya. Rasa enggan pindah dari zona aman, membuat mereka menunggu luka-luka berikutnya.

Jujurlah. Berapa kali kita sadar bahwa apa yang telah berulang kali kita lakukan adalah kesalahan. Yang akan terus membuat kita jatuh dalam kubang dalam yang sama. Seterusnya.

Dan kita, merasa enggan untuk beranjak pergi. Terlalu malas untuk menuju perubahan. Kita malas untuk berubah menjadi lebih baik. Enggan. Atau kadang terlalu sombong. Sampai-sampai, kita lebih memilih menanggung luka dan derita yang berkepanjangan dari apa yang telah kita lakukan. Kita menjadi akut. Menikmatinya. Lantas kemudian, menyalahkan Tuhan, bahwa hal ini menjadi bagian dari rahasia takdirNya.

Berubahlah teman. Berubahlah!

Sadar bahwa diri kita tidak sempurna adalah awal yang baik. Sadar bahwa kita telah melakukan kesalahan adalah sebuah kebenaran. Namun, menjadi sadar berarti kita menjadi terbangun dari tidur. Tidak cuma memiliki angan-angan bermimpi berubah tanpa melakukan tindakan nyata dan pasti. “Langit kawan, tidak cuma bisa engkau pandangi. Tekadmu mampu menyentuhnya.

Baca Selengkapnya

Cinta Jangan Sampai Buta

Lagi-lagi aku menemukan, mereka yang sedang jatuh cinta, kemudian menjadi buta.

Lagi-lagi aku mewanti, “kamu boleh jatuh cinta, namun jangan sampai buta.

Cinta Buta
sumber: http://omidgreeny.wordpress.com/

Perempuan itu mengangguk. “Iya,” dalam suaranya. Tetapi aku tidak mampu membaca isi hatinya. Tidak pernah sedalam ini aku menemukan hati seorang wanita. Mungkin, karena kami sama-sama Aries. Mereka yang menyimpan semua luka. Sendiri.

Hati-hati dia bertanya, pendapatku, tentang nama seorang pria. Pria yang belum pernah aku temukan wajahnya dalam waktuku, tetapi mulai sering aku dengar namanya lalui telingaku. Jarang aku mendengarkan kabar baik dari lelaki itu, lebih banyak tentang hal yang buruk. Seorang pria, hedon, pecinta motor, suka mabuk, doyan seks, dan seorang yang terlahir dari agamaku namun dia membencinya.

Jujur. Seburuk-buruk aku. Tidak pernah sekalipun aku membenci Tuhanku ini. Walau sering terkadang, aku harus menangis pilu di hadapanNya. Memohon kepadaNya agar membuka hati mereka-mereka agar aku bebas dari napas nelangsa. Ya, cuma di hadapanNya aku bisa bebas puas menangis. Lantas aku melanjutkan tidur, begitu lelap, seperti sedang memelukNya.

Sejujurnya, aku tidak suka pria itu kembali hadir dalam benak kawan perempuanku ini. Dari kedua matanya, aku bisa melihat bahwa dia masih menyimpan cinta. Yang entah bagaimana, tetap hadir walau badan telah terkotori, asa telah dikhianati, dan kemudian sang pria dengan bebas melenggang pergi.

Baca Selengkapnya

Tahun Baru dan Perubahan

Mereka yang bijak tidak perlu tahun baru untuk berubah

— Muhammad Baiquni —

Tahun Baru 2014
sumber: flickr.com

Seorang teman berkata, dia akan mulai berubah, nanti, tepat setelah letusan pertama kembang api tahun baru ini diledakkan. Ketika riuh terompet di tengah malam pergantian tahun dibunyikan. Saat orang berteriak “HAPPY NEW YEAR!“, ketika mereka bersorak, berlompat, berpelukan. Atau boleh jadi, ketika beberapa orang lebih nyaman menyewa hotel dan melalui tahun baru bersama pasangan. Saat itulah teman saya akan berubah. Demikian janjinya.

Saya menyeringai saat itu. Apakah harus menunggu pergantian tahun untuk berubah? Terkadang kita menjawab: IYA. Butuh momen, seperti butuhnya kita terhadap batu pijakan untuk melompat. Tetapi, tidak harus selalu.

Mereka yang bijak tidak butuh momentum untuk berubah. Setiap detik adalah momentum mereka agar berubah. Begitu menyadari bahwa ada sesuatu yang salah, mereka akan terus melakukan perubahan. Begitu seterusnya, hingga segalanya berjalan mendekati sempurna.

Baca Selengkapnya