Beberapa waktu yang lalu aku menemukan langganan tempat beli nasi yang baru. Aku memilih karena harganya lebih murah dari tempat yang biasanya aku beli. Warung padang ini menurutku lebih murah, satu porsi nasi dengan lauk telur dadar cukup merogoh kocek sepuluh ribu. Sebenarnya ada tempat lain yang lebih murah, yaitu di warung padang Simpang Tigo yang dekat Mesjid Salman ITB. Aku diperkenalkan tempat itu oleh teman labku, mas Yonan. Dulu, di Simpang Tigo, pakai ayam cuma sepuluh ribu!
Singkatnya, aku pun mulai terasa akrab dengan ibu penjaga warung padang itu. Walau tidak sampai tahu siapa nama ibu itu, paling tidak setiap aku mampir untuk membeli si ibu langsung tersenyum. Hal yang tidak biasa dia lakukan ketika awal-awal aku membeli, menjadikan indikator bahwa tampangku sudah dikenal dan ditunggu. Aku juga mulai berani bertanya kekurangan lauk yang tidak hadir dalam porsi nasiku, terkadang. Misal, aku bertanya tentang kelangkaan daun ubi (di Bandung, orang lebih sering menyebutnya daun singkong .pen) yang aku suka. Dari kegiatan bertanya itu, aku mulai mendengarkan curhat-curhat ibu warung.
Ibu warung terkadang mengeluh, terutama saat aku bertanya tentang ini-itu pada lauknya. Tentang kelangkaan daun singkong, harga barang yang naik, dan sebagainya. Dan aku, dengan kalemnya cuma mengangguk manut tanpa menimpali.
Nah! Setelah ibu warung padang, sekarang aku menemukan tempat nasi langganan baru lagi. Kali ini persis di depan gang kosanku. Kali ini sesi curhat bisa lebih panjang. Kalau di warung padang, aku seringnya bungkus jika makan sedangkan yang di warung depan kos, aku makan di tempat. Alasannya: lebih praktis dan bisa mengambil sesuai porsi perut, hehehe…
Dari ibu warung depan aku jadi tahu bahwa ternyata harga daging kuda lebih murah daripada daging sapi. Bau daging kuda juga lebih amis, walau lebih sedikit gajih-nya daripada daging sapi. Di sini, per kilo daging sapi sekitar 40 ribu, sedangkan daging kuda bisa sampai 20 ribu!
Aku biasanya banyak mendengar dan bercerita dengan ibu warung depan. Terkadang tentang usaha sampingannya menjual yogurt yang diambil dari Lembang kemudian dititipkan di kios-kios dan koperasi. Kali berikutnya tentang sambal yang selalu saja tidak pernah cukup, padahal sudah dibuatkan sampai satu setengah rantang. Ada juga cerita tentang harga tomat yang kembali mahal, padahal dulu sempat tersiar berita tomat anjlok. Bahkan walau ibu warung juga merangkap sebagai penjaga kosan, aku baru tahu bahwa dia memiliki sebidang sawah. Sayang, harga gabah dihargai rendah, per kuintalnya cuma dihargai 700 ribu.
Aku pribadi cenderung tertutup dan susah dalam berinteraksi. Terkadang, aku bingung untuk memulai sebuah percakapan jika belum akrab. Tak jarang, beberapa orang menganggapku sombong padahal ingin sekali aku berani bertegur sapa dan bercerita, hanya saja susah sekali rasanya untuk memulai. Di kosan, sangat jarang sekali aku bertegur sapa dengan sesama penghuni. Dengan ibu warung lah aku lebih mudah untuk berinteraksi, mungkin karena mereka perempuan, jadi lebih banyak bercerita dan aku tetap menjadi mereka yang lebih banyak mendengarkan.