Episode: Lelaki Kalah Perang

Lelaki itu menatapku lekat. Ada kehampaan dari matanya, kehampaan yang terlahir dari jiwa-jiwa letih yang penuh pengharapan namun harus tersungkur oleh kekalahan. Lelaki yang kalah oleh cinta.

“Ben, abang ga bisa melupakannya,” lelaki itu membuka suara. Seperti yang sudah-sudah, selalu tentang dia. Tentang wanita yang dimataku bukanlah apa-apa, wanita yang tak akan mampu menyandang predikat puteri atau bidadari. Wanita yang teramat biasa namun baginya adalah sebuah keharusan cinta. “Abang cinta banget sama dia.”

Aku diam, sengaja mencoba tidak memandang matanya memberikan waktu untuk melanjutkan segala keluh-kesah yang mengumpul dari jiwa-jiwanya yang gundah dan kalah.

…, tak ada lanjutan. Aku memandang matanya, mata yang layu kalah perang. Mata itu mulai mengkilat, mulai berair. Dia menangis.

Aku amat sangat mengerti apa yang dirasakannya. Aku pernah seperti itu.

Baca Selengkapnya

Lelaki Sepenggal Harap

Lelaki sepenggal harap
Mencoba menata hati dari kepingan yang terpecah
Belajar tegak berdiri dari keterpurukan
Mencoba berlari dari kesengsaraan hati
Lelaki yang selalu tertolak
Lelaki sepenggal harap

Lelaki itu terduduk pasrah. Baru saja kata-kata mematikan jiwanya, dia merasa amat sangat kalah. Tak pernah seperti ini, TIDAK PERNAH.

Wanita itu menolaknya, dengan suatu tolakan yang amat lembut namun laksana petir bagi jiwa-jiwa kecutnya, jiwa-jiwa yang tak pernah tersentuh oleh tantangan dan kedewasaan.

“Maaf, namun untuk saat ini saya tidak mau memikirkan itu,” wanita itu mencoba mengambil suatu alibi klasik untuk sebuah penolakan. Dalam hati wanita itu Sang Lelaki memang tidak pernah tercipta, tak pernah ada, bahkan walau hanya sketsa bayangan buram. Tidak pernah ada.
Baca Selengkapnya