Memelihara Luka

Harusnya aku menangis. Paling tidak ikut bersedih dan saling berbagi air mata. Tetapi nyatanya aku malah tertawa.

Memelihara Luka
sumber: ikoelike.blogspot.com
Ini bukan ceritaku yang aku tertawakan, namun tentang seorang perempuan yang sudah aku anggap sebagai adikku sendiri. Antara kasihan dengan penderitaannya atau malah tertawa karena kebodohannya. Ironi memang, karena sesungguhnya kebodohan adalah sesuatu yang sewajarnya ditangisi, namun jika tetap dipelihara, lebih baik kita ikut tertawa saja.

Aku tidak tahu berapa tahun dia masih menyimpan cinta. Tentang laki-laki yang masih diingatnya padahal dia sudah berkali berganti lelaki dan sang pria pun terhitung sudah 5 (lima) kali berganti wanita. Dan entah mengapa, aku menganggap perempuan yang aku anggap adikku itu sebangsa tolol. Sang lelaki beralasan tidak akan berpacaran 2 (dua) kali dengan wanita yang sama. Nah! Di sini aku melihat ketololannya. Jelas, itu sebangsa alasan yang diucapkan para pria yang sibuk mencari wanita, pria yang sudah puas cukup sekali dan ingin mencoba yang lainnya. Sebangsa, lelaki yang adikku cintai itu adalah seorang playboy. Itulah duga dan anggapanku sekarang.

Baca Selengkapnya

Kemana Engkau Bawa Ilmumu?

Mungkin takdir. Entah mengapa aku lebih memilih membuka browser melihat tulisan mereka tentang Islam daripada belajar Mekanika Fluida atau Termodinamika. Aku melihat bagaimana mereka menulis, dan itu berarti juga bagaimana proses berpikir itu terjadi. Aku menebak-nebak, apa sebenarnya mereka.

Berbicara Islam. Mereka berbicara Islam dengan nada tinggi. Penuh referensi dan keilmuan. Lantas aku bertanya, apakah itu semua bermakna dengan keimanan yang ada di hati mereka?

Kata mereka, seharusnya Islam itu begini, Islam ini begitu. Lantas, apa yang terjadi dengan ke-Islam-an mereka sendiri. Islam yang ada di dalam hati mereka.

Bukannya aku melarang engkau para sahabat untuk membaca. Bukannya aku melarang engkau untuk menutup semua buku. Aku tidak akan pernah mampu melarang seseorang untuk terus memperbaharui keilmuannya. Namun, aku hanya bertanya apakah pengetahuan itu yang nanti akan engkau pertanggungjawabkan itu berarti bagi hatimu?

Ilmu itu, akan membuatmu lebih mendekatkan diri kepada Tuhan atau malah menjauhkan.

Baca Selengkapnya

Bilanya Rindu Maka Tahanlah

Bilanya rindu, maka tahanlah
Belum digenapkan hari
Takdir kita belum lagi sampai

Engkau, aku pun sama
Merindu durjana
Memberontak batin ingin jumpa
Bersitatap dengan si putih di kepala
Bersama menentukan hari-hari bahagia

Bilanya rindu, maka tahanlah
Tak perlu gusar menghitung hari
Jangan tanya ucap kapan datang
Bila waktu telah sampai
Nanti, pasti tiada akan menghalangi

Hari belum lagi genap seribu
Janji belum lagi waktu untuk tunai
Maka bersabarlah
Semoga Tuhan lapangkan jalan kita

Mari kita bungkam
Diamkan segala peri-peri ini

Apa kau sama?
Bila rindunya, gelisah menjadi tanda
Makan melamun
Setiap sudut ada kau wajah
Setiap zikir ada kau nama

Bilanya rindu, maka tahanlah
Menunggu terbit waktu pagi
Takdir tunai ditepati
Maka olehmu, sekarang diam
Jangan sepatah kata terucap
Cinta, bukan untuk dibincangkan

Baca Selengkapnya

Puisi Untuk Jiwa

“Le, do you study poetry?” Confucius asked his son.

“No,” Le replied shamefacedly.

“He who does not study poetry is like a man with his face turned to the wall. Does a man with his face turned to the wall ever see anything beautiful?”

How The Great Religions Began (Joseph Gaer) –

puisi
sumber: kumpulremaja.blogspot.com
Puisi, nyatanya diciptakan oleh hati. Saya jarang membaca puisi yang tertuang oleh karena alam pikiran semata. Seringnya, saya membaca puisi-puisi yang ditulis dengan hati. Dan karena sebuah puisi ditulis oleh hati, maka yang membacanya pun harus menggunakan hati.

Semakin sering suatu puisi dibacakan, semakin indah dia. Seolah, antara dua hati sudah semakin mengenal. Pertama membaca, seperti malu tapi mau. Berikutnya membaca, seolah adalah seorang teman baru. Kemudian, lanjut menjadi sahabat lama. Lalu terjadi ikatan hati dan ada sebuah rindu dalam tiap bait kata.

Apa pernah mencium harum puisi? Tiap kata yang terpilih menjadi satu komposisi yang berbeda. Puisi seolah memiliki nyawa. Terkadang, ada puisi dengan harum kecut, ada pula yang mewangi. Untungnya, terlalu banyak mengkonsumsi puisi tidak akan menyebabkan obesitas.

Bacalah puisi. Semoga hatimu akan lembut karenanya.

Baca Selengkapnya