Belajar Menjadi Jahat

Sebenarnya judul di atas salah. Seharusnya yang benar adalah BELAJAR MENJADI BAIK. Kejahatan tidaklah sepatutnya dipelajari. Lebih baik dijauhkan, tak usah didekati. Kejahatan itu mampu membuatmu ketergantungan. Membuatmu benar-benar terikat tanpa mampu terlepas. Kejahatan itu mampu mengurai benang-benang kebaikan yang telah kamu rajut dahulu ketika, dan akan terurai sepenggal demi sepenggal saat ini.

Tetapi aku benar-benar ingin belajar menjadi jahat. Banyak orang mengiri, aku adalah orang baik. Melihat tampangku dan membaca blogku membuat mereka merasakan bahwa aku mungkin paling tidak adalah bagian dari kebaikan. Mereka tidak sepenuhnya benar, namun juga tidak salah.

Aku takut menjadi jahat. Namun apa yang telah kuperbuat, tiada menafikan bahwa aku ini adalah seorang yang sangat jahat. Kadang aku suka menangis jika mengingat betapa jahatnya aku.

Aku kagum pada seseorang. Dia dulu adalah seorang yang sedikit menyimpang. Namun hidayah turun kepadanya ketika dia sedang berada di tempat tandusnya iman. Jika mengingatnya aku suka tersenyum sendiri, bangga sebagai seorang muslim. Walau terkadang aku suka mencelanya dalam candaan-candaanku.

Namun tak jarang aku pun miris. Dengan diriku sendiri, dengan orang-orang yang ketika berada di tempat penuh hidayah betapa berkualitasnya diri mereka, namun saat kaki beranjak dalam medan terjal yang bernama dakwah, mereka surut. Tak jarang tersungkur, bahkan hilang tak berjejak. Aku takut menjadi bagian dari mereka.

Aku adalah dualitas. Tangan kiriku memegang tambuk kejahatan, tangan kananku masih menyisakan sedikit iman. Jika bersama orang-orang beriman, aku pun ikut beriman. Jika bersama orang-orang ingkar, tak kupungkiri terkadang aku pun ingkar.

Ibaratnya adalah begini; jika malam aku beriman lantas ketika pagi aku pun kembali kafir.

Hal yang paling membuatmu menjadi seorang penjahat adalah dunia yang sedang engkau jelajahi ini. Dunia maya menciptakan aku sebagai seorang penjahat. Apa yang telah kutorehkan, tak mungkin sanggup aku pikul. Aku pun tak mengerti, ke mana jejak kakiku melanggah memohon ridha orang-orang yang telah kusakiti itu tanpa aku melihat rupa-rupa mereka. Bahkan yang telah pun terlupa.

Di sinilah aku belajar menjadi jahat.

Aku beruntung, masih memiliki Tuhan yang Maha Pengasih. Masih memberikan aku teman-teman seperti Brother of Badar, yang terus mengingatkan aku dengan sms tausiah-tausiahnya. Aku beruntung memiliki teman dari mereka-mereka yang berusaha menjaga diri. Aku teramat beruntung.

Tuhanku adalah Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia pun adalah Maha Pemaaf. Dalam bait-bait Dhuha, dia berkata: “bukankah akhir itu lebih baik daripada di awal?

Sungguh celaka aku jikalah dulu aku baik lantas sekarang menjadi nista. Sungguh beruntung jikalah dulu aku nista lantas sekarang diriku menjadi mulia. Adalah lebih beruntung lagi jikalah aku yang mulia dulunya tiada kekurangan sesuatu apapun untuk menjadi nista akhirnya. Ke manakah aku digolongkan?

Belajar Menjadi Jahat. Sudahlah, kita tutup buku tentang itu. Menjadi Baiquni seperti dahulu ketika awal tercipta, sebuah insan dengan takdir fitrah menjadi mulia.