Lelaki itu nge-BUZZ Yahoo Messenger ku. Aku kira ada apa, mungkin kami akan membangun topik lagi tentang pergerakan-pergerakan Islam, atau tentang sikap kritis dia mengenai partai yang menginjak ranah kampus akhir-akhir ini. Atau tentang Tarbiyah dan masa depannya.
Ternyata tidak. Kali ini kami berbicara tentang cinta.
Lelaki itu sedang jatuh cinta, sekaligus patah hati. Wanita yang dia cintai juga ternyata aku mengenalnya, seorang wanita yang memang kuanggap baik, kritis, cantik, dan agak manja. Wanita itu bernama… ah sudahlah, tak perlulah ku sebut namanya. Biarkan waktu memainkan peran sebagai penjaga rahasia yang baik, hingga jika tiba waktunya semua akan terungkap dengan indah.
Kadang aku merasa lelaki itu patetik, sama sepertiku. Selalu tersungkur, terjungkal, dan kalah oleh cinta. Dan sekarang, dia mencoba-coba bermain api.
“Apa yang membuatmu menyukainya?” Tanyaku suatu ketika.
“Dia berbeda Ben,” jawab lelaki tersebut. “Tidak seperti wanita pada umumnya. Dia surfive. Dia kritis. Dia memiliki hidup. Dia memiliki jiwa.”
Aku paham, dan lebih paham setelah aku mengenal wanita itu. Aku dan wanita itu memang jarang sekali bertemu, paling cuma sekali ketika lelaki itu hendak menemuinya. Dan saat itu pun aku tak berani langsung menatap nanar ke arahnya, karena aku adalah seorang lelaki pemalu, karena aku adalah sang pria yang selalu tertunduk.
Satu kilasan pandangan, cukup untuk menilainya dari segi fisik. Wanita itu menarik.
“Ben, aku bisa gila!”
Mendengar petikan kalimat itu aku cuma tersenyum. Berkali-kali tersungkur ternyata tak membuatnya tersadar, seolah ini adalah cinta pertama. Seolah dia tak pernah mencintai yang lain.
“Tapi Ben, nasib awak ini menyedihkan kali lah ya..”
“Selalu suka sama cewe yg banyak orang suka”
“Padahal kadang tu cewe ga terlalu cantik”
“Rasanya aku pengen marah-marah”
“Kenapa selalu gitu…”
“Aku makin bingung sama perasaan ini..”
“Mungkin lebih baik memang ga usah ada wanita yg singgah di hati ini”
“Biar rasa sakit ini ga pernah ada”
Sebenarnya wanita itu pun kuketahui sedang tidak ingin berbicara tentang pernikahan. Dia ingin eksis dulu dengan kariernya sebagai mahasiswi. Atau mungkin memang dia memiliki phobia dengan lembaga pernikahan seperti yang pernah diceritakan.
Sesekali aku bercanda dengan wanita itu, “Nanti dicibir perawan tua lho.”
“Biar, kalo cowok ada bujang lapuk mengapa wanita tidak boleh jadi perawan tua.”
Setelah itu, kami tertawa bersama-sama.
Jujur, aku tidak mengetahui nasip kelanjutan lelaki itu. Namun aku berharap, lelaki itu mampu mempersunting wanita itu. Mereka cocok. Mereka sama-sama kritis, sama-sama penulis, sama-sama ingin tahu dan memiliki wawasan yang luas.
Mudah-mudahan saja keinginan itu tercapai, walau mungkin waktu penentuan takdir itu akan lama. Berharap saja semoga terjadi hal yang indah, dan kekecewaan bukan berarti akhir sebuah kisah.
Bercermin pada diriku, aku sekarang menikmati kekecewaan yang dulu pernah tertoreh. Ada banyak pesan yang disampaikan Tuhan dalam banyak episode tiap detik hidupku.
Ah, semoga saja menjadi hal yang indah dalam hidupmu teman. Walau itu sebuah kekecewaan cinta atau mungkin sebuah akhir bahagia nan abadi.
Terkadang kita berhenti memandang pada detik ini, padahal setelah detik ini, detik berikutnya akan terus datang dan berlanjut. Menyikapi dewasa dan menerima sebagai sebuah ketentuan manis adalah lebih baik, mungkin bisa jadi kekecewaan yang kita anggap pada detik ini adalah awal berkah bagi detik berikutnya. Hanya saja kita belum tahu ketika semua itu masih menjadi rahasia.
Ahhh…. lagi-lagi, Lelaki dan Cinta