Selamat Tinggal

Karena kita bukan Tuhan, maka tidak ada yang abadi. Setiap perjumpaan selalu memiliki perpisahan.

Selamat Tinggal
sumber: http://cahayasalaf.wordpress.com/
Kini telah sampai kita pada saat perpisahan. Mungkin — jika umur panjang — kita akan berjumpa kembali di tahun depan. Engkau, wahai bulan yang mulia, ini adalah saat perpisahan. Setelah sebulan bersamamu kami ditempa, bulan berikutnya adalah saat menjabarkan apa yang telah kami pelajari bersamamu selama ini. Mampukah kami berjalan dengan amalan di punggung, atau lebih buruk lagi: dosa yang menggunung.

Di antara dahaga dan rasa lapar, engkau mengajarkan tentang kesabaran. Engkau haramkan bagi kami apa yang halal sebelumnya untuk kami sentuh pada siang hari. Engkau katakan, itu demi kami menjadi lebih bertakwa daripada sebelumnya.

Pertanyaannya: sudahkah kami menjadi lebih bertakwa?

Hanya sedikit dari kami yang mampu belajar tentang takwa. Kebanyakan yang kami pelajari adalah bagaimana menahan rasa lapar dan dahaga pada siang yang terik. Perut lapar membuat ego kami semakin terbakar. Engkau lihat bukan, manusia-manusia yang cuma sanggup menahan makan-minum namun tidak mampu menahan amarah. Tidak pula mampu mereka menahan omongan-omongan.

Wahai bulan yang suci. Perjalanan nan suci bersamamu belumlah lagi usai kami pelajari. Maka, mintalah kepada Tuhanmu dan Tuhanku, Tuhan kita, agar kelak kami yang tersungkur ini kembali bertemu denganmu. Dan mintalah pula kepadaNya agar hati kami telah siap jika tahun berikutnya kita bertemu lagi.

Wahai bulan suci. Selamat tinggal. Semoga kami di Syawal ini kembali menjadi fitri.

Taqaballahu minna wa mingkum. Semoga amal ibadah kamu dan ibadahku di terima di sisiNya.