Dakwah Di Mana Saja

Kemarin, ada sebuah peristiwa yang berkesan bagiku. Saat itu aku baru pulang dari Hermes Palace Hotel menuju ke kantor walikota untuk memperpanjang KTP-ku. Jam sudah menunjukkan pukul 12 lewat. Aku terhenti di Simpang Surabaya karena lampu merah, tiba-tiba seorang bapak melirik-lirik ke tanganku. Hingga akhirnya dia mencokehku dan bertanya, “sudah jam berapa?

Aku melihat dia juga menggunakan jam tangan berwarna keemasan, khas jam tangan orang tua, namun akunya bahwa arloji yang dikenakannya telah habis masa, baterainya sudah tidak mampu lagi menghidupkan jarum-jarum jam untuk bergerak.

Saat aku katakan pukul berapa saat itu, kemudian dia lanjut berkata, “sudah mau azan ini.” Saat itu aku cuma mengangguk.

Saya hendak ke mesjid,” lanjutnya.

Aku cuma diam saat itu. Aku memang tidak begitu supel dan tidak tahu harus berbicara apa dengan orang yang pertama aku kenal, kecuali jika aku memiliki bahan berbicara yang sama dengannya. Selebihnya aku lebih banyak diam.

Sebagai orang Islam, kita harus selalu menjaga waktu shalat,” Bapak itu meneruskan. “Jika kita tidak shalat di mesjid, kita termasuk orang-orang yang lalai.

Bapak itu tidak menceritakan aku tentang surga atau neraka. Mungkin menurutnya aku sudah lebih paham hal tersebut. Dia cuma mengingatkan aku agar tidak lalai dengan kesibukan dunia dan melupakan sosok Tuhan. Tuhan yang memberi aku napas, Tuhan yang selama ini menyuapi aku dengan makanan, Tuhan yang menghidupkan, Tuhan yang mematikan. Dia cuma ingin mengingatkan aku, apapun kita, Tuhan tidaklah pernah alpa.

Aku salut dengan Bapak itu. Dia berani. Sedangkan aku pengecut.

Aku kadang tidak berani menceramahi teman-temanku. Pertama karena aku juga masih terpincang dalam menjalankan agama yang aku anut, kedua karena memang aku merasa belum pantas.

Persoalannya dalam dakwah itu adalah bukan “pantas atau tidak pantas“. Syahdan, seorang pendosa pun bisa berdakwah, dalam artian mengingatkan banyak orang kepada kebaikan dan meninggalkan keburukan. Karena, jika menunggu iman yang sempurna baru berdakwah, maka iman itu tidak akan pernah sempurna. Manusia adalah makhluk yang terus ditakdirkan dalam khilaf dan dosa. Hatta, manusia pertama turun ke dunia pun akibat khilaf yang dilakukannya.

Aku lupa menanyakan nama Bapak itu. Saat itu sudah lampu hijau saat aku cuma melihat punggungnya yang pergi melesat menggunakan sebuah motor tua. Roda-roda dari motornya yang ringkih beranjak menuju panggilan Tuhan yang suci. Subhanallah.

Teman. Dakwah bisa di mana saja. Siapa saja. Kapan saja. Tidak perlu menunggu engkau menjadi pantas atau tidak untuk dakwah. Mari kita semua saling mengingatkan, agar kebaikan-kebaikan yang kita lakukan menjadi penutup atas dosa-dosa yang kita nikmati.