Awalnya aku mendiagnosis bahwa aku mengalami dimensia, sebuah gejala penurunan fungsi otak. Aku mulai melupakan tentang begitu banyak kosakata yang dulu tersimpan, terkadang ketika berbicara aku lupa hendak mengatakan sebuah kata. Aku pun mulai melupakan banyak nama. Seperti harus mengeja ulang nama-nama yang pernah hadir dalam hidupku, nama-nama yang bersinggungan dengan sebagian episode yang telah kujalani.
Pola pikir juga sama. Aku mulai kesulitan untuk mempetakan begitu banyak masalah dalam rentang yang runut. Pikiranku menjadi semakin abstrak. Bahkan hal-hal yang simpel pun aku kesulitan dan tertatih dalam mengejanya. Mungkin ini karma, tentang aku yang cenderung mudah berkata tidak bisa ketika beberapa orang bertanya, karena menjelaskan sesuatu adalah salah satu kesulitanku dari sejak dahulu kala. Keenggananku seolah menjalar, menghukum hidupku, dan menjadikan aku seperti sekarang ini.
Maka ketika sebuah persoalan diajukan, lebih mudah bagiku mencatat segalanya baru kemudian berpikir dari apa yang tertulis. Namun, terkadang hal demikian tidak juga membantu. Satu ketidaksesuaian seringkali membuatku merontokkan seluruh pondasi yang telah aku pikirkan.
Aku mulai mencari lagi problem yang sedang aku alami ini. Ternyata aku tidak sendiri, entah mengapa ada banyak orang yang mengalami hal yang sama. Dari hasil penelusuran, ada sebuah istillah yang lebih tepat daripada diagnosis “dimensia” yang awal aku duga: Lethologica. Lethologica adalah sebuah kasus ketika otak kesulitan menemukan korelasi antara keadaan dengan kata yang hendak diucapkan. Ketika dislokasi struktur ini terjadi, maka kata yang tersimpan di memori pun tidak terucapkan. Hal ini karena otak membangun asosiasi kata dan pola yang saling berhubungan. Demikian sederhananya.