Puteri, maafkan aku yang mencintaimu dengan hati ini. Maafkan aku yang tidak mencintaimu dengan lidah ini. Puteri, maafkan aku.
Puteri, mungkin aku bukan seperti pria yang engkau idamkan. Aku bukan pangeran dari negeri impian, yang memujamu melalui lidah tak bertulang, yang membangunkan egomu dengan perhatian. Puteri, maafkan aku yang ditakdirkan untuk menyembunyikan cinta dibalik rasa malu, maafkan aku yang menggantung cinta diujung lidah yang kelu. Maafkan aku puteri.
Namun, sungguh di dalam hatiku yang teramat dalam ada dua kata di sana; nama Tuhan-ku dan namamu. Puteri, kau tidak hadir di ujung lidah ini, kau tidak hadir di ujung jemari ini, kau tidak hadir dalam tiap gerakku. Kau hanya hadir di hati ini, sesekali menyimpul dari air mata yang mengingat betapa dirimu tak pernah memikirkan aku, dan dia selalu hadir dalam tiap tetes darah yang mengalir dari nadi-nadi ini.
Baca Selengkapnya