Aku mendapatkan tulisan ini dari blogsnya rifka. Waktu aku ingin menyelesaikan tulisan Lelaki Abu-abu, tulisan ini rencananya akan kujadikan pendamping tulisanku tersebut, tetapi sayang… ide awal Lelaki Abu-abu abortus di tengah jalan hingga aku kehilangan eksistensi ide awal tulisannya.
Tulisan Lelaki Abu-abu yang kalian lihat itu sebenarnya tidak mengandung ide awal yang ingin kuceritakan. Namun waktu yang terlalu lama membekukannya membuatku terlupa apa sebenarnya yang ingin ku persembahkan dari narasi Lelaki Abu-abu itu.
Semoga tulisan yang kuambil dari http://rifkaaaa.blogspot.com/2008/07/teruntuk-mujahidku.html bisa memberi sedikit arah sebenarnya yang telah lama terlupa itu.
Terima kasih untuk rifka yang telah mengijinkan aku mengutip buah tanganmu ini. Terima kasih, dan selamat membaca…
*untuk ‘sosok’ yang masih teka-teki hingga saat tulisan ini dibuat…*
Dalam beberapa malam terakhir aku selalu mengharapkan datangnya seorang mujahid, seorang manusia yang juga bersama mengemban amanah di bumi ini selaku khalifah fil ardh. Manusia dengan pikiran yang sama, tujuan yang sama, visi yang sama, dan memperjuangkan hal yang sama, menegakkan kalimat tauhid di muka bumi.
Manusia itu akan berbagi peran denganku, namun masih dalam satu visi. Kita akan merealisasikan program kita. Kita tidak akan hidup dalam keegoisan. Karena hidup kita bukanlah untuk memenuhi kebutuhan diriku dan dirimu, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis semata. Kau bukanlah milikku dan akupun bukan milikmu. Kita berdua adalah milik masyarakat. Kita berdua adalah insan yang ingin memperbaiki keadaan masyarakat, kehidupan mereka, sisi ekonomi, politik, kesejahteraan, keamanan, dan terutama sekali, sisi ketuhanan mereka.
Kita bukanlah individu-individu egois yang hanya mementingkan hidupku atau hidupmu. Hidup keluargamu atau hidup keluargaku. Hidup anak kita. Bukan itu! Mereka adalah komponen penting dalam hidup kita. Namun mereka bukanlah tujuan hidup kita, sayang…
Di manakah kini kau berada, mujahidku? Aku di sini, ingin mempertahankan idealisme dengan segenap yang kumiliki, memperjuangkannya, mengkonkretkannya dalam wujud amal nyata, bukan sekadar konsep di atas kertas. Kau di sana, walau kita mungkin tak pernah saling mengenal, tidak pernah saling mengetahui, tidak pernah saling bertemu, ataupun saling memikirkan, tetaplah konsisten dalam perjuanganmu! Sebab aku dan kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kita lakukan. Kelak jika kita bersatu dalam ikatan pernikahan, pernikahan itupun akan dimintai pertanggungjawaban. Tetaplah bersemangat dalam apa yang menjadi cita-citamu!
Untuk mujahidku, yang tak pernah kuketahui, yang masih menjadi misteri, dimanapun kau berada, bersabarlah dalam perjuanganmu, dan aku pun (berusaha) demikian!
(NOTE: tulisan rifka ku kutip tanpa sama sekali mengeditnya. Kesalahan tanda baca, tanda koma, titik, kutip, dan sebagainya silahkan dilemparkan ke si rifka, wkekekeke….)