Saya kaget saat membaca tulisan baru yang ada di wordpressnya. Tentang perasaan tertekan, dan lega yang telah pupus hilang. Padahal, baru semalam saya menemukan kembali rasa bahagia itu bersamanya namun mengapa sontak bahagia itu hilang.
Saat membaca tulisannya, saya merasa bertanggung jawab atas apa yang saya tulis sebelumnya, tentang “Ketakutan Manusia”. Di sana saya mengambil sampel seorang wanita yang dilanda duga dan keraguan apakah melanjutkan hubungan dengan seorang lelaki atau tidak. Mungkin pada alinea lelaki paling tidak suka didiamkan, dia merasa bahwa dialah aktor tunggal itu.
Saat membaca tulisannya, saya bergetar. Seperti ada sedikit kerikil di dalam dada ini, rasanya agak-agak sakit, dan air mata pun tumpah. Lab sedang sepi, cuma ada saya seorang sehingga saya tidak perlu malu untuk menangis sepuasnya.
Lagi-lagi, saya menyakiti dirinya. Memohon maaf, lantas kembali menyakiti.
Saat itu saya merasa sangat sakit. Sakit yang sama seperti dulu ketika mengetahui ada seseorang yang terluka akibat ulah dan tingkah saya.
Jujur, saya benci didiamkan, apalagi didiamkan olehnya. Tetapi dia memiliki hak untuk marah, marah kepada saya yang sering menuliskan hal-hal sensitif, marah kepada saya yang terus-menerus kurang peka. Dia memang harus marah, wajib marah kepada saya.
Saya merasa, hubungan kami tidak berjalan dengan baik. Hubungan kami seperti hubungan dalam ruang kekanak-kanakan. Saya yang cenderung lebih kekanak-kanakan. Lebih mudah salah tafsir, dan cepat sekali berubah. Saya bebal, tidak memikirkan perasaan orang itu.
Semalam saya bertanya dengan was-was, apakah dia tidak menyesal telah memilih saya? Ketika dia menjawab tidak, saya merasakan mendapat energi baru. Tetapi begitu chatting usai, dia membaca salah satu postingan terbaru saya tentang “Ketakutan Manusia” dan merasa disudutkan.
Harusnya saya lebih mengerti bahwa hati wanita itu sensitif. Sesuatu kadang membuat mereka menduga-duga dan salah tafsir. Apa yang saya ketikkan semalam diduga sebagai bagian dari menyudutkannya. Untuk itu, saya menghapus segera postingan tersebut.
Saya mencintainya. Tetapi rasa sakit mengetahui bahwa pada sisi yang lain saya begitu sering menyakitinya. Makhluk macam apa saya ini. Menyakiti orang yang paling saya cintai. Saya egois, lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain.
Semoga masalah membuat saya menjadi lebih dewasa dalam menyikapi. Semoga bahagia tidak terus-menerus menjadi neraka.
Mungkin tidak seketika. Namun saya berjanji akan berangsur-angsur berubah. Tolong dikte saya jika bisa. Agar saya lebih mudah paham mana yang mampu menyakiti dan mana yang tidak. Karena saya mencintai Anda.