Aku bukan pria yang baik. Aku tidak putih namun tidak juga hitam. Aku tidak berada di kiri namun bukan berarti aku ada di kanan. Aku di tengah-tengah. Aku, lelaki abu-abu.
Temanku pernah mendebatku tentang ini. Katanya, ”Ben, tidak ada yang namanya kaum tengah. Yang ada adalah kiri atau kanan, kebaikan atau keburukan. Nanti jika dihisap kelak, cuma ada dua pilihan; surga atau neraka dan tidak ada yang ditengah-tengah.”
Temanku benar, tak ada yang di tengah. Kaum tengah tidak pernah memiliki ruang, abu-abu bukanlah warna, dia tidak pernah memiliki tempat. Namun, terkadang aku mendebatnya, ”Bukankah Islam itu pertengahan? Yang tengah antara Yahudi dan Nasrani. Yahudi yang begitu kaku atau Nasrani yang terlalu asih. Islam adalah jawaban dari kesempurnaan. Sebuah jalan tengah bagi umat manusia.”
Mendengar jawabanku dia diam, dan langsung pergi. Mungkin baginya tak ada gunanya melanjutkan percakapan denganku, pedebatan tanpa dalil dan hanya akan menyia-nyiakan masa. Lebih baik berzikir atau tilawah saja, sungguh itu lebih dekat dengan keimanan.
Sebagai lelaki abu-abu, ada banyak yang meragukan konsistensiku, bahkan seorang abang letingku sempat berkata, ”Ben, ada yang tanya sama abang. Kamu masih kader ga?”
Sebuah jawaban yang membuatku tertawa, tertawa dalam isak batin yang menyesakkan. ”Baiquni cuma simpatisan.” Balasku.
Bahkan baru-baru ini seorang berkata kepadaku, ”banyak kisah dalam hidupmu kawan, aku saran skarang bergegas saja tuk mengejar bidadari. Jangan menunggu bidadari datang padamu, kau manusia unik kata kawan2 aku. Sampai ada beberapa wanita elergi mendengar nama Baiquni, napa ya????”
Hingga separah itukah?
Lelaki abu-abu,
Berjalan gontai mengikuti angin tanpa arah
Sekali terlalu kiri, terkadang bergerak ke kanan
Terus saja, berjuang untuk tetap tegar
Berjuang untuk tetap menjadi lelaki pilihan
Lelaki abu-abu,
Kiri mengacuhkanmu, kanan memusuhimu
Tangan terbelenggu, tak mampu berteriak
Andai ada yang mengerti
Abu-abu adalah juga pilihan
Salahkah?
Menjadi netral antara dua kubu,
Menikmati keduanya tanpa memilah
Seperti menikmati langit dan bumi
Keduanya tak pernah terpisah
Lelaki abu-abu,
Bukan pilihan sembarang pilihan
Menjadi abu karena konsep dan pemikiran
Berada di atas segala dualisme
Menjadi, menuju Aku.
Kebanyakan manusia cuma mampu menunjuk dalam dua arah: jika kamu bukan kiri maka kamu adalah kanan. Mereka terlupa, sebelum kiri menjadi kanan, di sana ada pertengahan. Antara hitam dan putih, terdapat abu-abu.
”Bukankah dia (Allah) yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan)nya dan yang menjadikan suatu pemisah antara dua laut? Apakah di samping Allah ada tuhan yang lain? Sebenarnya kebanyakan mereka tidak mengerti.” (Q.S. An-Naml : 61)