Suara Yang Tertahan

Ada banyak hal yang ingin aku lepaskan di dalam diriku, namun selalu kutahan. Kemarahan yang bertumpuk, selalu saja aku tahan. Kebosanan, juga aku tahan. Rasa tidak suka kepada seseorang juga aku tahan. Aku menahan segalanya sendiri agar orang-orang di sekelilingku tidak sakit hati. Aku tidak ingin mengumbar egoku, mengumbar rasa yang mungkin saja melegakan namun ternyata menyakiti semua orang. Aku tidak ingin seperti itu.

Aku bosan. Aku marah. Aku kesal. Aku ingin segalanya segera usai. Namun, aku tidak berani jujur kepada setiap orang, karena perasaan yang hinggap itu cuma sementara. Ada kalanya kita butuh rehat sejenak, mencoba menjauh dari semua yang berada di dekat kita agar kita mampu mengambil jarak. Agar kita memiliki kerinduan ketika telah bersama mereka kembali.

Namun, rindu tidak juga datang. Keadaan semakin luntur. Yang tersisa cuma rasa bosan.

Baca Selengkapnya

Segala Suntuk

Suntuk itu hadir kembali.

Terus menerus menggempurku. Melelehkan cinta dan empati seolah aku tidak pernah peduli dengan semua itu, tidak pernah peduli!

Mereka keheranan, “Ben, bagaimana engkau bisa berubah demikian cepat? Bahkan cinta tak membuatmu berpaling.

Suntuk membuatku tak menghiraukan mereka. Terlalu lelah aku, telah terlalu lelah. Suntuk telah menyita segala ruang hati, bagai lubang hitam yang menghisap apapun.

Tuhan, bagaimana bisa engkau ciptakan satu rasa dalam diriku yang seperti sedemikian ini!

Dan aku pun berlari mengitari sahara, mengitari semua kutub dan benua. Membawa obor kegelapan dari jutaan tempaan hening. Dan kesunyian menjadi begitu nyata… TAK TERGUGAT.

Tuhan, sampai berapa lama rasa ini tetap ada?

Cinta datang menyembah kepadaku, “gantikan aku dengan rasa sepi itu,” pintanya.

Andai aku bisa,” jawabku.

Dan keheningan telah mengkanker ganas dalam diri ini. Berdiri kokoh dengan status quo-nya.

Segala Suntuk! Sungguh itu ada

Baca Selengkapnya