Bagaimana seorang manusia dinilai? Apakah sebagai sebuah fragmen, atau sebagai satu kesatuan yang seutuhnya. Sebuah kumpulan tulang dibalut daging, berjalan dengan dua kaki, beberapa kali menggunakan otaknya, dan kita sebut mereka manusia.
Jujur. Semakin ke sini, ada rasa gamang yang menyelimutiku. Tentang cara pandangku dalam memandang makhluk bumi yang orang-orang sebut manusia. Atau, kegamanganku ini menjadi pertanda, sudah semakin rusaknya otakku bekerja dalam melihat segala hal. Segalanya.
Di sekelilingku hadir begitu banyak rupa manusia. Dan syukurnya, pandanganku tertutup untuk melihat segala hal tentang aib yang ditanggung mereka. Membuatku lebih mudah tersenyum untuk segala manusia yang hadir dalam seluruh kehidupanku. Siapapun itu.
Mata-mata yang aku pandangi, selalu berubah-ubah. Terkadang dalam diri mereka ada bersemayam iblis yang hendak dimuntahkan, dan sebagian ada yang bergelut dengan setan-setan yang menarik keras leher-leher mereka. Seperti budak-budak yang berjalan dalam gurun yang terik. Panas, letih, segala hampa yang bersemayam di dada, tidak mampu membuat mereka berontak. Seperti wadah yang kosong, cuma ada himpunan nol.