Puzzle Manusia

Puzzle Manusia
source: pipitskulls.blogspot.com

Bagaimana seorang manusia dinilai? Apakah sebagai sebuah fragmen, atau sebagai satu kesatuan yang seutuhnya. Sebuah kumpulan tulang dibalut daging, berjalan dengan dua kaki, beberapa kali menggunakan otaknya, dan kita sebut mereka manusia.

Jujur. Semakin ke sini, ada rasa gamang yang menyelimutiku. Tentang cara pandangku dalam memandang makhluk bumi yang orang-orang sebut manusia. Atau, kegamanganku ini menjadi pertanda, sudah semakin rusaknya otakku bekerja dalam melihat segala hal. Segalanya.

Di sekelilingku hadir begitu banyak rupa manusia. Dan syukurnya, pandanganku tertutup untuk melihat segala hal tentang aib yang ditanggung mereka. Membuatku lebih mudah tersenyum untuk segala manusia yang hadir dalam seluruh kehidupanku. Siapapun itu.

Mata-mata yang aku pandangi, selalu berubah-ubah. Terkadang dalam diri mereka ada bersemayam iblis yang hendak dimuntahkan, dan sebagian ada yang bergelut dengan setan-setan yang menarik keras leher-leher mereka. Seperti budak-budak yang berjalan dalam gurun yang terik. Panas, letih, segala hampa yang bersemayam di dada, tidak mampu membuat mereka berontak. Seperti wadah yang kosong, cuma ada himpunan nol.

Bagaimana harus aku memandang mereka. Apakah sebagai fragmen bahwa ada sisi-sisi kebaikan, juga ada sisi keburukan dalam diri setiap orang. Atau, aku memandangnya sebagai sebuah kesatuan utuh. Mencoba menjumlahkan seluruh hidup mereka, kemudian menghitung segala probabilitas dalam rangkaian multi random variable.

Sejujurnya, yang amat patut disayangkan, akupun hidup dalam wadah yang berjudul manusia ini. Sering sekali memandang manusia cuma dari fragmen yang terlihat. Dari kepingan-pecahan yang terserak. Dan amat patut disesalkan, terkadang kita melihat segala hal dari sudut pandang ironi, bahwa kejahatan yang terlihat di mata kita, menjadi seutuhnya kejahatan yang hadir dalam dirinya. Padahal boleh jadi, keburukan yang terlihat cuma kasus yang tidak dapat digeneralisir.

Ibarat pepatah: “gajah di pelupuk alpa, semut di ujung ufuk terlihat terang.”

Bagaimana denganmu teman. Bagaimana cara kamu memandang seluruh manusia yang hadir. Apakah sebagai sebuah fragmen, atau kesatuan yang utuh. Sanggupkan engkau memaafkan segala kasus dalam pecahan yang terjadi, yang boleh jadi itu semua hadir dalam kealpaan objek. Dan bukankah sesungguhnya seluruh manusia diberikan waktu yang sama, untuk menilai seluruh sejarah hidupnya, dengan harapan: kealpaan berubah menjadi waspada. Semoga keburukan yang pernah hadir, tidaklah lagi terulang.

Ya! Masih ada waktu untuk kita berubah. Mencoba menyeimbangkan seluruh fragmen, agar kelak, jika Dia menatap matamu, tidak ada lagi ketakutan di sana kecuali rasa cinta. Bahwa, seluruh waktu yang telah diberikanNya, telah engkau gunakan sepuasnya, untuk menggapai cintaNya.