“Bai, kita rihlah hari Sabtu ya. Kaustar tunggu di mesjid.”
Deg, Sabtu?! Kontan aku bingung, soalnya hari Sabtu aku kan dah janji ketemu Datul. Aku kira janji rihlahnya itu hari Minggu, tapi ya mau bagaimana lagi soalnya dah janji duluan ikutan rihlah daripada ketemu sama Datul.
Trus aku langsung sms Datul yang intinya cuma mau bilang, ”Datul, maaf ya ketemuan di pustaka besok ga bisa soalnya Beni ada rihlah.”
Udah deh, lalu keesokannya dari rumah aku berangkat jam 9.30 telat tiga puluh menit dari jadwal awal jam 8.00 WIB (amat sangat tidak wajib ditiru). Aku langsung aja menuju ke mesjid Lampineung, tapi aku tak menemukan jejak Kautsar di sana. Trus coba telp dia, ”Kaustar di mana, Baiquni dah di mesjid neh.”
”Kaustar tunggu di mesjid Lamgugop, mesjid besar dekat kantor Kautsar.”
Deg. Aku ga tau dimana itu, maklum aku termasuk orang yang tidak suka travel atau keliling kota. Tapi alhamdulillah Kautsar orangnya pengertian, ”Bai tunggu di mesjid Lampineung aja yah, ntar Kautsar ke sana.”
Sembari menunggu Kaustar datang, aku sempatkan dhuha sejenak dan membaca quran. Rasanya dah lama ga dhuha, dan ternyata dhuha sendirian di mesjid yang luas ternyata memiliki efek juga lho daripada dhuha di tempat keramaian. Rasanya kita memiliki semesta jagat, dan ada sensasi plong gitu.
Setelah dhuha dan mencoba membaca quran, belum 1 halaman habis terbaca tiba-tiba Kaustar datang dengan Iqbal. Mereka kawanku satu haloqah.
Langsung aja kami memulai penjelajahan kami tersebut, di Prada kami singgah di toko kelontong untuk membeli 4 bungkus Indomie rasa kaldu ayam, 4 gelas aqua Slink, dan 1 botol Aqua. Rencananya aku ingin membeli Pop Mie, tapi dengan Kaustar ditampik gitu, katanya dia udah menyediakan perbekalan yang cukup untuk menyeduh Indomie. Ya sudah… lalu kami tancap gas langsung menuju lokasi.
”Bai, kamu duluan ya, lihat ada polisi atau enggak, kalau ada ntar miscall Kautsar.”
Setelah melewati jembatan (lupa nama jempatannya), kereta Kautsar melaju dengan cepat, kontan saja Honda Astrea Prima-ku tak sanggup mengimbangi lalu aku katakan pada Kautsar, ”Sar, jangan kencang-kencang, honda Baiquni ga sanggup.”
Lagi-lagi Kautsar pengertian, dan dia mengendara di belakangku.
Tin… tin… 2 kali bunyi klakson. Trus dia bilang, ”Bai, kalau ada 2 kali bunyi klakson itu tandanya kami ada apa-apa yaa…”
Kami pun terus berjalan. Dulu jalan yang kami lewati itu hampir tidak bisa dilewati saat baru-baru saja tsunami melanda Aceh. Namun setelah 3 tahun sepertinya tsunami tidak pernah melanda Aceh, itu jika melihat kondisi jalanan yang tidak ada lagi terlihat aspal yang terangkat akibat gerus air yang begitu kencang menghantam.
Sempat beberapa kali saya dan Kautsar terjeduk karena ada beberapa lubang di ruas jalan. Kami memilih jalur paling kiri karena memang jalur agak sempit, cukup muat 2 mobil fuso untuk semua ruas jalan.
Sesekali jalanan dilalui oleh fuso-fuso dan tangki-tangki pembawa minyak yang begitu kencang di jalanan, seolah ada setoran yang sedang mereka kejar.
Akhirnya kami sampai juga di Krueng Raya, namun kami semua kebingungan karena tidak ada satupun dari kami yang mengetahui dimana letak Ie Seuem. Kami pun pertama mendarat di pelabuhan Malahayati, ternyata di sana ada 2 kapal yang sedang bongkar muat dan ada pembuatan gedung yang disponsori oleh PT. Andalas. Saya rasa itu mungkin pabrik baru andalas, atau gudang penyimpanan stok mereka.
Kami sempat foto-foto sebentar di sana dengan mengambil latar belakang pelabuhan. Ternyata pelabuhan ada 2, satu yang baru dan satu lagi yang lama yang keduanya disambungkan. Konstruksi pondasi keduanya agak beda, karena saya bukan dari Teknik Sipil jadi saya tidak mengerti perbedaanya, hanya melihat sekilas. Yang saya mengerti hanya jika pondasi itu dibawa ke dalam Diagram Benda Bebas (DBB) lalu dihitung tiap gayanya, momennya, tapi mungkin di lapangan ada rumus spesifik yang lain itu yang saya tidak ketahui.
Selanjutnya kami naik ke gunung, karena samar-samar saya merasa bahwa Ie Seuem itu ada setelah kami melewati gunung. Agak susah juga mendaki gunung dengan kereta yang kondisinya sudah uzur, hehehe…
Setelah kira-kira 1 km melewati pegunung (sebenarnya kami tersesat) kami memutar kembali arah kami. Memang kami bener-bener buta lokasi tempat tujuan kami tersebut, namun saya mencoba meraba-raba tempatnya. Lantas saat mulai memasuki wilayah Krueng Raya lagi kami belok kiri karena samar-samar saya merasa harus melewati situ jika ingin ke Ie Seuem. Namun ternyata salah, akhirnya Iqbal memberanikan diri bertanya kepada penduduk setempat. Masya Allah, kami memang telah melenceng terlalu jauh dari jalur yang seharusnya.
Kata penduduk setempat seharusnya ketika kami melewati SD Krueng Raya kami belok ke kanan, lalu terus aja. Lantas kami mohon ijin pamit dan meneruskan perjalanan kami. Karena arah kami adalah arah memutar pulang, maka setelah melihat SD Krueng Raya kami memutar ke kiri.
Awalnya jalanan bagus, lalu mulai jelek, dan menjadi sangat jelek, lalu bagus kembali. Karena jalanan semakin tidak menentu, kami kira kami telah kembali tersesatkan. Kautsar mencoba menelepon Faisal dimana lokasi tepatnya Ie Seuem, dan saya meng-sms Datul cuma untuk katakan, ”Datul, beni tersesat! ;(”
Ternyata Faisal juga tidak tahu dimana lokasi tepatnya Ie Seuem, kontan saja kami mencoba balik arah. Rintik sudah menghadang kami di jalanan. Kebetulan di daerah yang pegunungan yang sepi itu terdapat satu warung kopi, jadi sekali lagi Iqbal bertanya kepada penduduk setempat.
Alhamdulillah, ternyata jalanan yang kami tempuh ini tidak salah. Kata penduduk setempat kami hanya cukup jalan terus ke depan. Lalu kami pun berjalan terus ke depan dengan medan yang tidak terlalu buruk. Rintik mulai mendera kami dengan semakin deras, maka kami pun berhenti di salah satu mesjid setempat. Kebetulan ternyata ada satu mesjid di sana yang tidak terlalu besar. Namun atas saran Kautsar kami akhirnya kembali melanjutkan perjalanan. Kira-kira 500m akhirnya kami menemukan 2 buah jalan, satu jalan bertuliskan ”Selamat Datang di Tempat Rekreasi Air Panas Ie Seuem.”
Akhirnya….
Ternyata dari tempat itu ke Ie Seuem jalanannya rusak parah, kami pun tidak bisa melaju dengan optimal. Setelah menempuh perjalanan 10 menit berikutnya akhirnya tiba juga kami di tempat yang di tuju.
Ternyata dari kejauhan telah terlihat kabut asap dari uap air panas. Namun, masya Allah ternyata tempatnya itu jorok dan kotor. Banyak sampah-sampah indomie, popmie, dan cangkang telur di sana-sini. Kondisinya amat sangat tidak pantas untuk dijadikan tempat rekreasi.
Kasihan, padahal menurut saya pribadi Ie Seuem mampu menarik minat wisatawan dan orang banyak jika dikondisikan dan dimanajemen dengan baik, namun tempat yang seharusnya menawan menjadi amat sangat tidak menarik. Andai sedikit saja Ie Seuem mau ditata secara profesional mungkin akan membawa keberuntungan bagi penduduk setempat.
Di sisi kanan sumber air panas itu kami melihat petakan sawah yang luas.
Ada satu lagi yang membuat saya agak kurang begitu menikmati Ie Seuem, adanya tahi kambing di sana-sini. Ternyata tepat di sebelah Ie Seuem itu ada kandang kambing entah kepunyaan siapa.
Akhirnya kami bersepakat untuk menyeduh indomie sebagai penganan penutup rasa lapar. Namun kami kembali harus kesulitan mencari sumber air, karena hampir semua tempat telah dicemari oleh sampah-sampah plastik yang notabene hampir tidak bisa diurai oleh alam. Sungguh kotor!
Ternyata selain kami, setelah itu ada rombongan anak-anak dari MAN 3 Banda Aceh datang juga. Mereka satu partai, yang akhirnya kami tahu ternyata satu kelas. Masing-masing mereka membawa popmie. Namun sangat disayangkan adalah, mereka juga menjadi penyampah di Ie Seuem itu.
Rintik yang sedari tadi hadir kini menghujan. Saya, Kaustar, dan Iqbal berusaha mencari tempat untuk berteduh. Mungkin karena atap salah satu pondokan dari kumpulan daun kelapa maka wajar jika bocor di sana-sini.
Hujan memang masih deras, namun kami akhirnya memutuskan untuk pulang. Dari Ie Seuem kami langsung ngebut, namun hujan semakin menderas. Hujan berada di klimaks derasnya saat kami berada di wilayah Kreung Raya, Ujong Bate, dan baru berhenti saat kami telah sampai di Kajue.
Lalu setelah jembatan, kami ambil jalan lurus terus ke Rukoh untuk mengantarkan Iqbal ke kost-annya. Lalu setelah dari tempat kost Iqbal, saya ke rumah Kaustar buat numpang kencing baru setelah itu pulang.
Di jalan saya melihat konvoi mobil Britama yang mengundi 2 mobil Honda CR-V setiap harinya.
Sampai di rumah, saya langsung berganti pakaian dan mengontak Wendri. Lalu akhirnya tertidur… pulassss
Journey to Ie Seuem…. amat sangat melelahkan.