
Aku merasa hampa. Kali ini.
Kamu. Aku merasa sangat capek. Letih dengan hati ini. Aku merasakan kehampaan yang tidak dapat aku jelaskan. Rasa yang terus menumpuk dan terus aku tumpuk. Bingung dengan sikap semua manusia. Cemburu dengan segala situasi. Tolong mengertilah.
Apa kamu juga merasakan hal yang sama. Kekosongan pekat di dalam jiwa. Sesuatu yang ingin diisi namun mahabingung menyertai: harus diisi dengan apa kekosongan ini?
Kosong ini memang harus kosong. Kosong ini memang harus seharusnya hampa. Tidak terisi oleh apapun, kecuali oleh cahaya.
Apa kau merasakan hal yang serupa? Hampa yang tak terjelaskan ini? Dia yang berontak dari dasar, memohon cahaya, namun kau terus mengisi gelap di dalamnya. Dengan gelap semua perasaan manusia: dosa, cemburu, kemarahan, kepedihan, perasaan dikhianati dan terus ditinggalkan.
Aku benci menjadi hampa. Benci jika hampa itu ada di sini. Aku memeluk erat ulu hatiku, sampai dada sebelah kiri. Sesuatu ini butuh ruang yang lebih lega. Tidak cuma menyisakan sesak. Tidak cuma menyisakan kegundahan. Tidak juga menyisakan cemburu dan kemarahan. Ruang ini harus diisi tidak oleh gelapnya jiwa manusia.
Saat aku menjadi hampa, engkau ada di mana? Tidak pun bertanya tentang ia, hati yang semakin pekat hitam, dalam racun yang membunuh jiwa.
Harusnya aku berteriak, sekeras yang aku bisa. Seharusnya aku berontak, sekuat yang aku mampu. Mengarahkan telunjukku kepadamu. Membelalakkan mataku menghakimimu. Mengeluarkan semua serapah yang telah diciptakan manusia semenjak serapah itu tercipta dan menjadi ada. Membuang semua luka-luka di dalam hati, agar tidak membusuk ia, agar tidak pecah ia, lantas terhisap oleh gravitasinya sendiri. Menjadi hampa.
Aku benci hadir dalam kondisi ini. Aku benci kondisi ketika aku tidak lagi menjadi aku. Aku benci ketika jiwaku seperti kehilangan arah. Seperti engkau diturunkan dalam selaksa gelap, tanpa ada cahaya yang menuntun jalanmu. Ini bukan hampa abadi yang dulu aku citakan. Ini cuma hampa dengan beribu sesak. Ini adalah hampa yang menyakitkan. Rasa yang sama ketika engkau menjauh dari Tuhan.
Saat aku menuliskan ini. Hampa ini masih terus menganga. Masih tetap lebih gelap dari hitamnya malam. Kamu, bagaimana aku harus berlaku? Untuk menutup hampa ini. Menutup segala rasa sesak, jika engkau terus membuatku cemburu, jika engkau terus membuatku tidak memilikimu. Dan aku terus menjadi lupa dengan Tuhanku.
Kamu. Aku merasa sangat capek. Hampa.