Diantara Kepungan Debu

Bagaimana peluh?
pernah dia bercerita kepadamu
saat air garam melewati pori
dan napas tersengal
ketika urat-uratmu kelelahan

Sudahkah engkau bercerita
kepada tujuh keturunanmu
dari temurun
ketika ragamu usang
dan pundakmu peot
kau masih tersenyum

Dan pernahkah engkau mengeja
bagaimana terik mengupas ari
saat pigmenmu bergumul
dan hitam mentato epidermismu
kau masih tegar
di situ juga ada senyum

Diantara kepungan debu
demi anakmu
demi cucu yang belum terlahir
kau membangun rumah-rumah batu
dengan tiang pancang menusuk bumi
kau beri mereka hidup
demi manusia hingga akhir waktu

Dan teriakan-teriakan muncul
sesekali uratmu menegang
matamu rabun dan mereka membuta
tersenyummu tak tersampaikan
ceritamu dianggap usang
hingga akhir waktu kau masih tersenyum
diantara kepungan debu

Dedicated tu Ayah, Mamak, yang udah besarin Beni dengan susah payah. Yang sudah berjuang hingga harus dimaki oleh orang-orang. Yang terus tersenyum, melihat anaknya tumbuh kembang. Maaf jika anakmu terkadang sedikit ugal-ugalan, dan terlalu sering merasa benar.

Zaman mungkin bisa berbeda, namun perjuangan manusia akan terus sama. Demi anak, demi bangsa yang akan lahir, orang tua berjuang. Walau perih, namun senyum terus ada.

Sebuah kebanggaan, ketika anak-anaknya beranjak dewasa dan menjadi prajurit berikutnya untuk langkah-langkah anak-cucu bangsa