Ruang Penuh Debu

Ruang Penuh Debu

Hi kamu. Lama sudah tidak aku sentuh, bahkan aku lirik pun jarang. Jika kamu adalah sebuah buku, mungkin saat ini ada banyak sarang laba-laba yang bersatu dengan warna sampulmu. Atau mungkin, asamnya udara membuat pudar warnamu dan menjadi semakin menguning. Entah mengapa, aku tidak lagi suka menulis seperti dulu. Sempat aku kuatkan tekad untuk menulis namun rasanya seperti sia-sia, jemariku tak kunjung berhasrat untuk memberitakan berpatah kata pada laman blog ini.

Aku tidak tahu, apa yang membuatku demikian. Mengasingkanmu. Membuatmu tersudut di pojok ruang sepi yang tiada siapa peduli. Apakah kegalauanku terhadap hidup sudah sedemikian pudar? Tidak juga. Malah aku merasa semakin tidak mengerti dengan diriku sendiri. Aku seperti asing dengan sosok yang bernama Baiquni ini. Aku semakin tidak mengenal aku, mungkin karena aku semakin jauh dari dekapan Tuhan. Bukankah sering terdengar, mereka yang mengenal dirinya adalah yang mengenal Tuhannya. Lantas, mengapa?

Namun, bolehlah aku sedikit membuka satu tabir rahasia. Aku selalu ingin menulis banyak hal lagi. Terkadang, saat aku dalam perjalanan, aku mengingat tentangmu. Aku mencoba memperanakkan kata di dalam kepalaku, mencoba membangun embrio tulisan, lantas menjadikannya janin. Tetapi, sekali lagi, ketika tekad itu telah muncul selalu saja kalah oleh kemalasanku. Beribu kata yang telah terjahit kembali urai menjadi benang-benang basah yang tak mampu ditegakkan.

Baca Selengkapnya

Diantara Kepungan Debu

Bagaimana peluh?
pernah dia bercerita kepadamu
saat air garam melewati pori
dan napas tersengal
ketika urat-uratmu kelelahan

Sudahkah engkau bercerita
kepada tujuh keturunanmu
dari temurun
ketika ragamu usang
dan pundakmu peot
kau masih tersenyum

Dan pernahkah engkau mengeja
bagaimana terik mengupas ari
saat pigmenmu bergumul
dan hitam mentato epidermismu
kau masih tegar
di situ juga ada senyum

Diantara kepungan debu
demi anakmu
demi cucu yang belum terlahir
kau membangun rumah-rumah batu
dengan tiang pancang menusuk bumi
kau beri mereka hidup
demi manusia hingga akhir waktu

Dan teriakan-teriakan muncul
sesekali uratmu menegang
matamu rabun dan mereka membuta
tersenyummu tak tersampaikan
ceritamu dianggap usang
hingga akhir waktu kau masih tersenyum
diantara kepungan debu

Baca Selengkapnya