Aku Bahagia

Aku bahagia. Bahagia bisa berarti apa saja.

Tadi pagi, sekitar pukul 10.15 WIB aku tiba di Aula Telkom Flexi, menghadiri acara launching buku “Puisi Di Antara Hari” buah karya kak Afrida Arfah. Di sana ada Ibnu Syahri Ramadhan sebagai moderator dan Riza Rahmi sebagai pembedah buku.

Setelah acara selesai, ada pula sesi meminta tanda tangan kepada penulisnya. Di saat itulah si Riza ngomong, katanya ada yang ingin dia sampaikan kepadaku. Aku kira apa, ternyata yang ingin disampaikan adalah bahwa orang yang aku cintai itu saling berkunjung ke blognya dia dan saling membalas komentar.

Mendengar itu aku tersenyum. Aku senang. Sangat senang.

Baca Selengkapnya

Mencintai dan (tanpa) Dicintai

Ketika aku mencintai seseorang, aku ingin yang terbaik bagi kebahagian seseorang itu. Walau itu berarti, dia berbahagia dengan orang selain diriku. Bagiku itu bukan suatu masalah. Malah aku merasa senang, bahagia yang sulit untuk dijelaskan.

Seseorang yang aku cintai pernah bertanya kepadaku, mengapa aku selalu meminta dia untuk menyukai seseorang yang sedang dia cintai? Dalam artian, mengapa aku tidak memintanya untuk mencintai diriku sendiri.

Aku cuma ingin dia mencintaiku dengan setulus hati. Ketika di dalam hatinya aku mampu meraba ada orang lain di dalam sana, aku ingin dia menuntaskan dulu segala kegilaannya. Aku ingin dia mencerna, dia berpuas berjuang untuk cintanya. Saat dia telah lelah, saat dia telah berputus asa, saat itu ada aku di sana. Masih terus mencintainya.

Bagiku tidak masalah, ketika aku mencintai seseorang tanpa orang itu mencintai diriku. Sama sekali bukan masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika kami sudah saling berikrar untuk sehidup-semati atas jawaban cinta, ketika itu dalam hati-hati kami muncul pengkhianatan. Itu yang menjadi masalah. Namun, sebelum ucap kata itu tiba, aku ingin segalanya menjadi jelas, terang, dan sejujur-jujurnya.

Aku tidak pernah meminta dia mencintai diriku. Yang aku ingin cuma satu, dia tahu bahwa aku mencintai dirinya.

Baca Selengkapnya