Hampir-hampir aku tidak berani melihat kaca. Jika aku memaksa, ada sesuatu di baliknya yang lagi belum aku ceritakan kepada kalian. Tentang lelaki berlumpur, badan penuh kusta, taring yang mencuat diantara bibir yang tidak mampu dikatupnya. Ada monster di setiap cermin yang ada.
Berkali aku menolak. Itu bukan aku! Aku bukan monster menjijikkan yang hadir di balik setiap kaca. Tapi, berkali pula negasi datang daripadanya: “mengapa kau lupa aku, bahwa kita adalah sama!”
Manusia-manusia mungkin tak akan melihat seperti purwarupa yang aku lihat. Sosok yang mungkin mereka anggap imaji. Sosok yang tidak pernah ada namun terus aku reka. Berbagai psikiater mungkin akan menganggap aku seorang dari banyak pengidap skizofrenia. Bahwa aku telah gila!
Adakah cermin yang mampu menipu? Tanyaku suatu ketika entah pada episode kapan yang selalu aku lupa.
Aku ini busuk! Tak ada kebaikan yang hadir di dalam diriku. Semesta yang ada di dalam diri, selalu tercium aroma busuk yang bahkan bangkai pun iri, bahwa dia tidaklah sebusuk aku. Betapa buruknya diriku, sampai-sampai, tak ada lagi keberanian menengadah ke langit, mencoba mencari Tuhan yang bersarang di sana. Tuhan yang lebih dekat dari urat nadi.
Andai aku mati lebih cepat. Tidak terlalu lama terus mengulang dosa yang sama. Tentang tangan yang merusak, lidah yang menyakiti, mata yang tidak amanah, kaki yang tak ada kebaikan dalam perjalanannya. Bahkan aku bermimpi, andai aku tidak dilahirkan dan cuma menjadi tanah saja. Tidak ada yang harus aku sesali. Tidak ada yang harus aku pikul. Mengenai dosa-dosa yang telah menggunung.
Apakah air mata mampu mengobati seluruh kusta. Seperti air yang keluar dari bumi oleh pijakan Aiyub. Atau apakah sakit yang memenjara tulang mampu memotong seluruh taring. Seperti Yunus yang lemah saat dimuntahkan oleh Nun. Atau semuanya adalah kesiaan.
Wahai jiwa… wahai jiwa. Cermin itu tidaklah menipu. Manusialah yang menipu.
Manusia berkata engkau baik, padahal cermin menjawab seluruh keburukanmu. Manusia berkata engkau berbudi, padahal cermin telah mengerti tentang segumpal buruk yang ada di dalam hatimu. Cermin sungguh tidak menipu. Maka engkau pun janganlah menjadi mereka yang tertipu. Karena, satu-satunya jalan pulang adalah jalan yang ada di dalam diri. Daripada cermin kau mampu menemukannya.