Melacak: Tahajudku

Tadi, di facebook aku melihat ada postingan group pecinta tahajud. Miris, karena aku telah terlalu lama meninggalkannya. Bukan itu saja, puasa senin-kamis pun telah lama tidak singgah dalam hidupku. Redup, aku futur.

Melacak. Aku mencoba meraba, dimana letak salahku hingga takdirku untuk bertahajud dihapuskan Tuhan dalam buku Lauful Mahfuz, buku kehidupan yang berisi takdir alam. Aku mencoba mengeja jejak, kapan terakhir aku tahajud dan puasa.

Memang ku akui, aku terlalu dalam di dalam lubang ke futuran. Terlalu kotor, malah bangga menjadi abu-abu. Menjadi sosok yang netralistis, sosok yang tidak di kiri juga tidak di kanan. Salahnya, aku terlalu minim keimanan.

Liqo aku tetap, namun mengapa iman semakin tergerus. Memang, begitu dalam suasana haloqah, segalanya menjadi begitu semangat. Namun selepas itu, setan-setan mulai menggelitikku, menuntunkun santun menuju ke depan pintu neraka. Sedikit demi sedikit, dieja langkahku menuju kehancuran.

Ternyata, ibadah yang tergerus dan futur yang terlampau dalam juga mempengaruhi kejiwaanku. Jiwaku rapuh, tak seperti dulu dan aku mudah tergoda akan segala hal. SEGALA HAL !!!

Ya Allah, dikala aku sedemikian rapuh namun mengapa jika orang-orang memanggil nama-Mu hatiku gemetar hebat, seolah Kau ada di sampingku. Ketika tausiah-tausiah rabbani dibacakan oleh Sudais, tak jarang mata ini menetes air. Lelehan air dari jiwa yang terbekukan.

Besar kerinduanku menggapai-Mu, namun ku terlalu takut Engkau tak seperti dulu yang begitu tulus menjanjikanku surga. Aku takut, amarah-Mu kepadaku sudah sedemikian hebat. Hanya karena masih saja ada orang bertasbih sajalah maka Engkau mereda. Sungguh ya Allah, aku dalam ketakutan.

Mataku terpejam, air mata ini meleleh. Melacak: Tahajudku.