Suntuk itu hadir kembali.
Terus menerus menggempurku. Melelehkan cinta dan empati seolah aku tidak pernah peduli dengan semua itu, tidak pernah peduli!
Mereka keheranan, “Ben, bagaimana engkau bisa berubah demikian cepat? Bahkan cinta tak membuatmu berpaling.”
Suntuk membuatku tak menghiraukan mereka. Terlalu lelah aku, telah terlalu lelah. Suntuk telah menyita segala ruang hati, bagai lubang hitam yang menghisap apapun.
Tuhan, bagaimana bisa engkau ciptakan satu rasa dalam diriku yang seperti sedemikian ini!
Dan aku pun berlari mengitari sahara, mengitari semua kutub dan benua. Membawa obor kegelapan dari jutaan tempaan hening. Dan kesunyian menjadi begitu nyata… TAK TERGUGAT.
Tuhan, sampai berapa lama rasa ini tetap ada?
Cinta datang menyembah kepadaku, “gantikan aku dengan rasa sepi itu,” pintanya.
“Andai aku bisa,” jawabku.
Dan keheningan telah mengkanker ganas dalam diri ini. Berdiri kokoh dengan status quo-nya.
Segala Suntuk! Sungguh itu ada