Saya sedang duduk di kursi, di depan meja, berhadapan dengan laptop yang sedang menyala. Di sisi kanan saya ada teh yang tadi mengepul dengan asap putih tebal tetapi kini mulai memudar. Saya membuat teh lebih awal. Membiarkannya tetap begitu, dan akan mulai menyesap perlahan saat azan magrib berkumandang. Laptop saya masih menyala terang, di dalamnya layar admin WordPress terbuka, bersisi dengan tab facebook yang juga selalu ada. Saya cuma terpekur.
Pikiran saya jauh melayang ke antarpulau. Seseorang yang saya cintai sedang bekerja di pulau yang berbeda. Mungkin dia juga merindukan saya (harapan saya), atau bahkan mungkin saja acuh tak peduli. Siapa sih seorang saya? Tetapi saya benar-benar teramat rindu.
Kemarin mama juga mengutarakan hal yang sama. Sesuatu tentang rindu, begitu manusia bumi menyebutnya. Hal yang mengganjal di pikiran seseorang saat berharap kehadiran orang lain di sisinya namun tidak tercapai, sehingga yang mampu dilakukan adalah cuma memikirkan dan mengirimkan segala doa. Saya pun demikian. Sedang merindukan seseorang.
Rindu itu seperti kaca pembesar, dan cinta adalah seumpama cahaya. Apa yang kau ketahui jika cahaya melewati kaca pembesar? Saat dia terfokus maka lahirlah api. Demikian juga keadaan saya. Ada api yang bergejolak hebat di dalam dada. Paduan cinta, rindu, sayang, dan gundah yang melegenda. Untuk kali ini, saya tidak tahu manusia bumi menyebutnya apa. Saya sendiri membuat istilah sendiri: RACANDU!
Sekarang saya menatap tembok. Putihnya tembok saya umpamakan sebagai kanvas. Pikiran saya mulai liar, menjadi kuas, melukiskan tiap-tiap garis dari wajahnya. Wajah yang namanya ada di dalam hati, dan ukiran raut-nya melekat di kepala. Hampir-hampir saja saya menjadi gila.
Fase ini membuat saya paham. Kenapa ada Layla dan Majnun di dunia. Mengapa Romeo dan Juliet tercipta. Sepenuh paham bahwa terkadang cinta yang diselimuti oleh rindu sanggup membuat orang menjadi teramat gila.
Dalam fase kegilaan, terkadang saya sering menyebut namanya. Merapalkannya dengan begitu semangat. Dalam tidur, bangun, dan duduk. Saya tidak tahu, jika saat ini dia ada di depan saya, apakah saya mampu menjadi normal? Atau langsung memeluk saat jumpa.