No 34, Aku, dan Pak Bos, juga Sang Nama

Aku kesal dengan Pak Bos. Aku ungkapkan hal itu kepadanya. Kadang, dalam sebuah organisasi kita harus menjadi terang-terangan, jangan ditahan-tahan. Karena yang kita butuhkan adalah transparansi agar semuanya jelas dan masing-masing lebih mengerti agar tercipta suasana yang kondusif.

Pak Bos membuat aku kehilangan 1 kali Jamaah hari itu. Aku sudah berkali-kali telepon dia, kadang sms, tolong gantikan aku menjaga rental tempat aku numpang cetak sertifikat tetapi dianya tidak bisa. Padahal, kami berjanji akan membagi 3 pekerjaan itu.

Sebenarnya, murni kesalahan ada di aku juga. Aku memiliki cacat teknis ketika mendesain sertifikat di Microsoft Word. Jadinya, diawal terencana untuk mem-print A4 dibagi dua, namun untuk menyiasati harus diprint menjadi empat. Awalnya aku membuat dalam bentuk lanscape, namun ketika di print di A4, selalu muncul dalam bentuk pontrait, dan tidak bisa diubah ke lanscape, sehingga jatah A4 dibagi dua terbilang percuma.

Dari pukul 15.00 WIB sampai pukul 22.00 WIB aku berada di rental. Cuma untuk nge-print!

Tetapi sebenarnya masalah kesalku sudah selesai semenjak Pak Bos menawari aku mentraktir kebab! Aku minta 3, namun dia menawar menjadi 2. Terpaksa aku setuju.

Besoknya, ketika wisuda telah selesai. Aku bertanya kepada Pak Bos, kenapa Sang Nama tidak datang? Bisa kulihat dia seperti sangat tidak suka dengan pertanyaanku. Terus aku katakan, sebenarnya aku tahu siapa Sang Nama, hanya saja aku pura-pura tidak tahu. Dan sepertinya dia merasa kalah.

Ketika sesi makan siang di Ayam Penyet Pak Ulis. Aku meminta sertifikat Sang Nama, biar aku saja yang berikan begitu argumentku. Dan aku tidak menyangka bahwa Pak Bos menyerahkannya untukku. Kontan saja, logikaku jadi kacau. Karena dalam prediksi langkahku, pasti Pak Bos akan mempertahankan mati-matian, ternyata tidak. Sepertinya dia menyerah. Mungkin, saat itu bukan waktu yang tepat bagiku untuk bercanda.

Dan puncaknya di Sekretariat FLP. No. 34 marah kepadaku. Katanya, aku tidak boleh seperti itu. Aku harus mencoba memahami Pak Bos yang agak strict dalam pergaulan, dan tidak membuat kesal dia karena tingkahku. Kalau seandainya aku berbicara tentang Sang Nama kepada no. 34, dia tidak akan mempermasalahkannya karena dia paham, dalam hatiku cuma ada satu nama: Bidadari Ketiga, yang belum bisa tergantikan. Namun, bagi orang lain, aku akan menjadi aneh.

Mendengar ceramah singkat No 34, aku menjadi lebih diam.

Tiba-tiba aku teringat dengan bidadari ketiga. Apa jika dia membaca ceritaku dia akan cemburu? Tetapi aku rasa tidak. Mungkin saja di hadapannya di sana, dia akan menemukan seseorang yang jauh lebih baik dariku. Seseorang yang memang benar-benar lelaki.

Ketika aku jatuh cinta, aku berharap yang terbaik bagi orang yang aku cintai. Walau itu berarti bukan aku.