Untuk Seseorang

Aku memiliki seorang teman, ku menyebutnya lelaki. Seorang yang berjalan dengan ayunan kaki pengkor, lusuh, dan muka yang tak terurus. Sekilas tak ada yang berarti dalam dirinya, dengan sikap lusuh tak terurus siapa yang menyangka ternyata dalam dasar lubuk hatinya tersimpan cinta.

Hujan turun deras hari ini, menguyur bumi memberi harapan pada tanah dan tetanaman. Semoga tidak banjir.

Ketika hujan turun, segalanya bisa tersenyum. Pohon-pohon, hewan-hewan, udara, cahaya, angkasa, angin, hati, semuanya. Namun hujan yang menjadi luap akan sangat tidak mengenakkan, betapa banyak yang menghindari banjir dan bahkan suatu kaum telah terceritakan dalam mushab yang indah untuk menerima takdir pembasmian dengan luapan air. Begitu juga cinta.

Cinta sama seperti air, dibutuhkan namun tidak untuk menjadi luap yang berakibat fatal.

Lelaki lusuh itu sedang jatuh cinta. Cinta yang menggebu dan membuatnya menjadi berlebihan. Niatnya tulus, ingin segera mengakhiri lajang dan membina sesuatu dalam lingkup cinta yang utuh, dan sesuai tuntunan. Namun cinta yang terlalu besar dan meluap memberinya pilihan yang sulit, seperti terbutakan lelaki itu menjadi begitu berlebihan.

C-I-N-T-A…” Lelaki itu mengeja pelan. Mencoba menuliskan huruf-huruf alphabet itu di awan, sembari mengawang.

Kadang aku kasihan, melihatnya yang begitu bersedih. Ku tahu hatinya sedang tidak jelas, berperkaraan dengan cinta memang membuat hampir seisi bumi menjadi dag-dig-dug was-was. Hampir sama, mereka menjadi energik bila cinta itu terbalaskan namun berakibat destruktif bila dia tak berpeluang.

Ku yakin lelaki itu memiliki peluang untuk cintanya hari ini. Wanita yang kutahu dicintainya dengan sepenuh hatipun rasanya tak akan menolak cinta itu, namun sayang jika cinta menjadi seperti banjir. Tak akan ada yang pernah suka dengan sesuatu yang berlebihan. Ingin menghindar, pasti.

Lelaki itu selalu bercerita tentang wanitanya. Aku selalu mendengar dengan tersenyum, dalam hati ku selalu berdoa semoga Tuhan menuntunnya ke dalam suatu cinta yang utuh, bukan cinta yang hanya mampu dinikmati sesaat, namun cinta yang benar-benar romansa. Untuk lelaki, aku ingin melakukan segala sesuatu, karena dia adalah teman terbaikku.

Di atas langit, Tuhan pun sedang tersenyum. Menikmati indah aliran takdir yang pernah ditulis-Nya itu. Berkali-kali dia berteriak, “untuk cinta, karena cinta, dan oleh cinta kalian tercipta.

Epilog

Lelaki itu masih saja tetap lusuh, tetap kusut dan tetap berjalan dengan kaki pengkor. Wajahnya selalu tersenyum, walau tidak gagah namun dia indah. Beruntung wanita yang kelak akan mendampinginya, wanita itu pasti akan benar-benar mengalami cinta.

Aku tidak tahu bagaimana kini lelaki itu, bagaimana dengan hatinya.

Ku berharap, cinta yang tepat akan segera menyapanya.