Melata Seperti Sundal

Aku makan perempuan itu. Bulat-bulat. Mentah-mentah.

Tidak peduli ujung akhir kisah. Entah dia menangis atau bahagia. Aku tidak memikirkan itu kini, aku cuma memikirkannya.

Bukan salahku, aku tak memaksa. Dia yang berkata iya.

Awalnya seperti ilusi. Antara yakin dan tidak. Dikerumunan aku melihat dia, bagai pualam putih diantara batu nan kokoh. Sayang, dia rapuh.

Semua orang mengira, sangatlah sulit menaklukkan ego wanita, terutama perempuan itu. Aku pun dulu demikian, tetapi semuanya salah.

Dia bodoh. Tertipu. Angkuh namun rapuh. Melata seperti sundal.

Baca Selengkapnya