Hatiku untukmu seperti hatimu yang kau berikan untukku. Cinta menembus segala batas, bahkan melewati sebelas dimensi. Sebuah pertemanan aku coba ukir, agar setiap kita bisa menyebutnya: ABADI.
Suatu hari aku berkata, “hatiku sedang retak.”
Dia gaduh. Bertanya. Memintaku buka suara. Aku heran, kenapa malah dia yang menangis. Dia yang membuang semesta air mata dari kedua bola matanya yang indah. Memintaku untuk bersuara, ada kisah apa di balik hati yang menjadi bongkah.
Aku diam. Bungkam. Memilih untuk menyimpan.
Dia masih menangis. Aku tidak kuat. Terutama saat bilang benci. Dia benci saat aku terluka, mungkin lebih besar dari perasaanku yang senang saat melihatnya bahagia. Aku pun tak kuat. Melihatnya menangis aku luluh. Aku masih menyimpan, namun aku katakan kepadanya, “aku butuh hati.”
“Untuk apa?” Tanyanya heran.
“Agar hatiku telah rongsok bisa aku buang,” jawabku.
“Lalu, aku bagaimana?” Dia heran.
“Kita berbagi hati.” Cuma itu yang bisa aku jawab.