Suatu ketika iblis bertanya, “kau yakin?”
Aku mengkerutkan keningku. Entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang aneh dari pertanyaan iblis. “Yakin tentang apa?” tanyaku.
“Ya, tentang dia. Siapa lagi coba?” iblis memberikan penekanan.
“Ada apa tentang dia?” aku tak mengerti.
“Dia sebenarnya tidak mencintai dirimu. Cinta sejatinya ada di masa lalu. Dia cuma takut engkau sakit setelah apa yang telah dilakukannya,” jelas iblis.
“Dia tidak melakukan apa-apa padaku. Apa yang harus ditakutkan?” aku mulai tak mengerti.
“Dia cuma merasa bertanggung jawab. Jadi kamu ga usah ge-er. Cintanya kepadamu telah mati!” iblis mulai menghasutku.
Aku terdiam. Benarkah?
Melihat aku kehilangan kata dan membuka bungkam. Iblis terkekeh. Sepertinya dia begitu senang telah memojokkan diriku. Dia begitu senang telah membuat aku resah, gelisah, dan gundah. Aku mulai meragu.
“Tidak masalah dia mencintaiku atau tidak. Sejak awal, aku mencintainya tanpa butuh suatu balasan. Dan akan terus berulang, ketika aku mulai mencintai nama-nama yang lain,” aku menjawab itu dengan mengigit bibir bawahku tanda sedikit ragu.
“Apa kau cemburu? Ketika nama lain dari masa lalu hadir dalam dirinya?” iblis itu tak mau kalah.
“Apa salah kalau aku cemburu? Adalah hakku mencintai seseorang seperti haknya pula mencintai siapa yang hendak dia cintai. Aku rasa itu bukan sesuatu yang menjadi masalah,” tegasku.
“KAU CEMBURU!” iblis tergerai tertawa. Terbahak sangat keras. Aku malu dia menertawakan aku. Sangat malu.
“Seseorang yang sedang dia cintai lebih bagus amalnya daripada dirimu, dan lebih tinggi derajatnya daripada dirimu!” lanjut iblis.
Aku terdiam. Wajahku memerah. Sangat merah.
“Menurutmu aku harus bagaimana?” aku melunak.
Mata sang iblis semakin membulat. Melihatku melunak dia semakin girang. Entah wejangan sesat apa yang hendak dia bisikkan di telingaku. Namun yang pasti, itu pasti sangat kotor lagi sesat.
Iblis mulai berjalan congkak ke arahku. Tangannya diarahkan ke depan memberi tanda agar aku mendekat. Aku pun mendekat.
Beberapa meter sebelum moncong mulutnya menyentuh telingaku, sesuatu yang begitu panas lagi merah muncul dari langit. Di depan mataku aku melihat iblis menjerit kesakitan, dan sejenak kemudian dia mati menjadi abu.
Aku terperangah.
Aku menatap ke langit. Semua langit terbuka, tak ada langit biru. Di atas sana aku melihat semua malaikat diam, mereka bungkam.
Aku pun seperti terseret. Semua serba tiba-tiba. Aku gundah. Semesta dalam kebingungan.