Terkadang. Bukan hanya terkadang, mungkin hampir terlalu sering aku lelah dengan manusia. Lelah memahami setiap keinginan-keinginan mereka. Terkadang keinginan mereka begitu berlimpah, abstrud, tak jelas, dan plin-plan.
Tidak hanya itu, manusia juga sering kali berubah haluan secara drastis. Akupun sekarang adalah manusia. Dan aku menjadi lelah terhadap diriku sendiri.
Memahami apa yang jiwaku inginkan. Keinginan-keinginan yang terkadang dianggap lahiriah namun sebenarnya adalah keinginan-keinginan yang semata-mata dituntun oleh napsu. Hanya sebuah keinginan, bukan sebuah cita-cita. Adalah berbeda antara keinginan yang menjadi harapan kosong dengan sebuah cita-cita. Sebuah cita-cita adalah sebuah keinginan yang menuntut penyelesaian, namun harapan kosong selalu menjadi alam khayal yang tak pernah mampu memayapada.
Beberapa waktu yang lampau aku menjauh dari manusia-manusia. Baru kutahu bahwa kedekatan dengan seorang manusia menimpulkan reaksi tarik-menarik. Dari reaksi yang demikian, impian-impian dari kawan-kawan manusia kita akan terserap oleh kita, baik sadar maupun tidak kita sadari. Karenanya, hukum rimba berlaku, siapa yang terkuat dialah yang menang. Siapa yang mendominasi setiap reaksi tarik-menarik tersebut dialah yang menang. Aku selalu kalah.
Sadarkah kita. Kedekatan kita dengan teman-teman kita secara tidak langsung akan berpengaruh dengan cara kita berpikir, berpandangan, mengelola suatu masalah, merepresentasikannya, dan mengeksekusinya. Semakin banyak kita bergaul maka akan semakin abstrudlah cara kita. Akan menjadi semakin kompleks dan tidak pernah lagi menjadi sederhana.
Terlalu banyak bergaul dengan seorang pencuri akan mengubah cara pandang kita menjadi seorang pencuri juga. Karenanya dibutuhkan kekuatan pribadi yang kuat dan mental yang benar-benar baja, agar kita tidak menjadi yang direaksikan namun menjadi pereaksi. Menjadi matahari yang paling terang dari lilin yang bercahaya.
Aku terlalu sering menjadi yang direaksikan, karena sekarang dan saat ini aku belajar memahami. Memahami apa yang dimaksud dengan manusia itu. Seutuhnya manusia. Sosok ideal yang menjadi alasan mengapa Tuhan menciptakannya.
Dalam perjalanannya ada banyak karakter-karakter manusia yang kutemui. Sebagian kupahami dengan mudah, sebagian lainnya loncat-loncat yang membuat aku tidak memahami ritme arah pergerakan mereka. Dan kebanyakan orang-orang yang tulus adalah mereka yang sederhana.
Repot memang. Demikianlah: manusia-manusia.