Aku cuma ingin bilang, bagiku dia teramat istimewa.
Setiap hari, dia menjadi semakin istimewa. Aku berharap, aku bisa melakukan sesuatu yang berarti baginya, namun pada kenyataannya dialah yang sering membantuku. Menyemangatiku. Berdoa atas namaku. Dan beberapa hari ini aku sering memintanya melakukan sesuatu, ini-itu, seperti memintanya mendownloadkan bahan kuliahku.
Ketika ada sesuatu file yang ingin aku ambil dan aku membaca, aku bertanya kepadanya. “Apakah file ini bisa diunduh?”
Jika ya, aku sangat senang karena pasti emailku esoknya akan kemasukan surat dari hotfile mengabarkan aku tentang seseorang yang telah mengirimkan aku sebuah berkas yang hendak aku baca.
Dia menjadi semakin istimewa. Kuat inginku segera bertemu dengannya. Namun, memberi 1000 hari untuk mengasah sebuah kapak untuk menebang ribuan pohon lebih berarti daripada memberikan 1000 hari untuk menebang pohon dengan kapak yang tumpul. Dia memberiku waktu. Sesuatu yang paling berharga yang tidak akan mampu dibeli.
Waktu-waktu yang diberi adalah seperti rangkaian-rangkaian nyawa yang diulur. Waktu dan nyawa adalah sama harganya jika diukur. Engkau tak akan mampu membeli waktu seperti tidak ada nyawa yang mampu ditukarkan dengan uang. Karenanya dia menjadi sangat berharga. Sangat istimewa.
Jauh hari yang lampau. Aku pernah berjanji kepadanya, “Aku, tidak akan menyakitimu.” Dan janji itu hendak aku tuntaskan. Aku ikat janji itu dengan waktu. Dengan perkataanku. Dengan segenap hatiku.
Derap-derap langkah semakin tegas semakin hari. Aku pun sedang memberikannya waktu untuk menetapkan hati. Dan dia memberiku waktu untuk menegakkan punggungku. Seperti aku yang istimewa baginya, dia juga istimewa bagiku.