Dua hari yang lalu, aku ke Ujong Pucok bareng bang Jalok a.k.a aneaneh. Suatu tempat semacam waduk, tempat penampungan mata air yang hendak digunakan sebagai irigasi, namun gagal karena jebol di bagian bawahnya. Jadi, air di sana sama sekali tidak bisa ditampung sesuai dengan perhitungan semula.
Tempat itu sangat bagus. Aku merasa seperti di film-film. Lokasinya, tebing-tebingnya. Aku yang sudah 20 tahun hidup di Aceh hampir tidak tahu betapa ada tempat sebagus itu di rumahku sendiri. Mengapa jauh-jauh ke luar negeri untuk mencari tempat yang bagus jika ternyata di Aceh sendiri ada. Kita cuma belum memaksimalkannya.
Di sana aku rencananya ingin belajar berenang dengan bang Jalok, tetapi air di sana sangat dalam jadi tidak memungkinkan kondisinya untuk belajar berenang. Hu uh, sebel sekali. Tetapi semua itu terobati dengan bagusnya pemandangan di sana dan aku yang dinobatkan sebagai model untuk memperindah hasil fotographi pemandangan di sana.
Air di sana sangat dingin. Padahal cuaca sangat terik. Sayang, airnya tidak begitu jernih karena ke dalaman waduk, seandainya sedikit dangkal, mungkin akan terlihat bagaimana kondisi di dalam waduk mata air tersebut.
Perjalanan dengan motor di sana cukup bagus. Jalan dari Banda Aceh – Lhonga sudah banyak yang diperbaiki, dan jembatan darurat juga sudah berganti menjadi jembatan yang kokoh. Namun perjalanan menuju Ujong Pucoknya itu yang sedikit terkendala, masih jalanan berupa batu yang membuat keseimbangan motor terganggu serta jalanan yang becek di beberapa tempat.
Namun segala keburukan dalam perjalanan seolah tergantikan setelah melihat tempat yang akan kami tuju itu. Kelak, ketika sore tiba, ratusan walet beterbangan berputar-putar di sekitar waduk dan memberikan nuansa alam yang sangat luar biasa.
Tetapi di sana aku cuma bisa menjadi penonton. Bang Jalok tidak mau mengajarkan aku berenang. Alasannya air di sana dalam jadi tidak bisa untuk belajar berenang. Jadinya aku cuma bermain-main di pinggir batu di sekitar waduk itu.
Melihat tingkah-pongah-polah mereka yang bermain di dalam air, terjun dengan berbagai gaya. Aku iri. Jujur.
Ingin sekali aku berenang, namun yang aku bisa cuma gaya batu. Huh! Akibat tak bisa berenang, kesenanganku di sana berkurang 50 persen. Benci! Benci! Benci!