Inilah Cinta

Puteri, maafkan aku yang mencintaimu dengan hati ini. Maafkan aku yang tidak mencintaimu dengan lidah ini. Puteri, maafkan aku.

Puteri, mungkin aku bukan seperti pria yang engkau idamkan. Aku bukan pangeran dari negeri impian, yang memujamu melalui lidah tak bertulang, yang membangunkan egomu dengan perhatian. Puteri, maafkan aku yang ditakdirkan untuk menyembunyikan cinta dibalik rasa malu, maafkan aku yang menggantung cinta diujung lidah yang kelu. Maafkan aku puteri.

Namun, sungguh di dalam hatiku yang teramat dalam ada dua kata di sana; nama Tuhan-ku dan namamu. Puteri, kau tidak hadir di ujung lidah ini, kau tidak hadir di ujung jemari ini, kau tidak hadir dalam tiap gerakku. Kau hanya hadir di hati ini, sesekali menyimpul dari air mata yang mengingat betapa dirimu tak pernah memikirkan aku, dan dia selalu hadir dalam tiap tetes darah yang mengalir dari nadi-nadi ini.

Puteri, perlukah aku membuktikan dengan menyobek nadiku untuk memperlihatkan padamu bahwa dalam tiap tetes darahku ada kamu namamu di sana. Haruskah?

Puteri, tolong tunjukkan padaku bagaimana aku harus mengungkapkan rasa hati ini agar engkau mengerti, agar engkau memahami betapa hati ini telah terkotori oleh namamu, betapa aku berkalang dosa menerima kutukan ini. Kutukan betapa aku mencintaimu.

Puteri, sungguh-sungguh-sungguh-amat-amat-amat-sungguh-amat-amat-sungguh aku mencintaimu. Cinta yang terukir lebih jelas daripada pahatan berhala-berhala yang terkutuk, cinta yang lebih jernih daripada air yang jatuh dari pintu langit Tuhanku, cinta yang sanggup menggulung seluruh malaikat di nirwana, cinta yang sungguh amat tidak kumengerti. Cinta yang membuatku benar-benar gila.

Puteri, aku sungguh malu mengungkapkan rasa hati ini. Bahkan untuk menyebut namamu aku merasa begitu kotor, karena namamu bagaikan gangga yang tersuci. Bahkan aku harus menyebutmu puteri agar aku bebas melepaskan segala gundah dihati. Puteri, tolong bantu aku, bagaimana aku harus mengungkapkan rasa ini?

Puteri, aku mungkin tidak seperti pria umumnya. Aku bukan pria yang mampu mengucapkan mudah perkataan cinta, aku juga bukan pria romantis yang mampu membangunkan ego wanita atas sebuah perhatian. Aku hanya pria sederhana yang mampu mencintai dengan sederhana dengan cinta yang amat sangat menggelora. Cinta yang jika dibuka mampu membuat iri Laila-Majnun dan mengalahkan kisah Rama-Sinta. Cinta yang tidak akan pernah terkisahkan, sebuah cinta tulus yang hanya tersangkut dihati.

Puteri, sekali lagi maafkanlah aku. Ingin sekali aku menahan agar cinta ini tidak terus menggerogotiku, ingin sekali aku menahan ia agar tidak menjalar hingga ke kuku-kukuku, hingga ke lutut-betis-tumitku, hingga ke setiap persendianku, ingin sekali aku menahannya. Namun ia mengkangker ganas menjalari tiap sarafku, melebur semua isi daging tubuhku, menjadi virus yang merubah tiap sel darahku menjadi namamu. Puteri, aku sangat letih menahan beban rindu ini. Amat sangat ia terasa di dalam hati…

Puteri, sungguh… cinta itu tidak berada di ujung lidah, dia tidak berada dalam dua mata birahi, dia tidak ada diantara dua kaki. Cinta itu hanya ada di hati. Di sini, di dalam hati. Cinta yang amat sangat membakar, cinta yang menghanguskan. Sebuah cinta yang tidak berakhir di ujung lidah, hanya sebuah cinta yang berakar dari hati, sebuah cinta sejati.

Inilah cinta!