Mitos

Biarkan aku berjalan diantara tebing-tebing curam, mendaki gunung-gunung tertinggi hingga batas awan tertembus. Biarkan aku menyelami laut-laut terdalam hingga mutiara terindah kan kumiliki. Biarkan aku terbang di ufuk angkasa, hingga aku mengerti hingga batas mana luas jagat raya.

Dan aku berjalan secepat cahaya berjalan.

Dan aku berhembus seperti hembusan angin-angin muson.

Dan aku terbang layaknya elang diantara jejaring mentari.

Akulah gelombang dalam perambatan konstan. Akulah panas dalam api murni nan abadi. Akulah ketakutan dalam kegelapan sempurna. Akulah dingin dalam musim es tak berganti. Maka mengapa dirimu masih meragukan?

Haruskah aku seperti Sinta? Berjalan diantara bara api untuk memenuhi hasrat Rama atas kesucianku.

Haruskah aku seperti Majnun? Menjadi gila hanya untuk membuktikan kesungguhan cinta.

Atau haruskah aku seperti Rahwana? Menjadi iblis dasamuka dikutuk oleh dunia karena memerangi Rama hanya karena aku begitu mencintai Sinta.

Haruskah?

Maka jawablah olehmu. Maka jawablah dengan kesungguhanmu. Jangan mempermainkan aku atau karmamu akan berlaku, saat dimana dirimu juga diperlakukan sama seperti kamu memperlakukan aku. Maka tunggulah saat itu!

Nanti. Tunggulah nanti saat dimana abad telah berganti, saat episode zaman ini tergantikan oleh zaman yang lain. Kisah-kisah kita akan dibicarakan, episode hidup kita akan selalu dikenang oleh anak-cucu kita melebihi legenda Rama dan Sinta, melebihi Layla dan Majnun, bahkan melebihi mitos cinta manapun. Suatu kisah yang akan kekal abadi, suatu kisah kau dan aku dalam mitos sandiwara dunia.

Dan bangunlah olehmu istana melebihi kemegahan Taj Mahal. Kumpulkan arsitek-artisek terbaik dunia di zamanmu untuk mengkultuskan kisah kita ini hingga dongeng-dongeng terdahulu pun terlupa karena begitu megahnya kisah cinta kita.

Nanti. Tunggulah nanti hingga Tuhan pun akan menceritakan kisah-kisah kita sebagai bagian dari kisah terbaiknya. Tunggulah nanti sampai Tuhan mengisahkan aku dan kamu dalam kitab-kitab nabi-Nya. Tunggulah saat itu wahai engkau yang melumpuhkan hatiku, tunggulah saat itu.

Tuhan kita bukanlah Tuhan yang mati. Tuhan kita bukanlah Tuhan yang mampu dibohongi. Tuhan kita bukanlah Tuhan yang buta, tuli, bisu dan lumpuh. Dia bukan berhala-berhala sesempahan kaum pagan yang mati tak bernyawa, bukan patung-patung di kuil-kuil yang tetap diam saat kaumnya terbakar oleh kekalahan.

Tuhan kita adalah Tuhan yang Mahahidup. Maka berteriaklah dengan lantang! Maka berteriaklah memohon karena Tuhan kita bukanlah Tuhan yang tuli. Di atas langit sana, melewati milyaran galaksi yang terbentuk, melewati batas jagat raya ini, kita hanyalah sekumpulan debu. Maka Tuhan-mu masih mampu mendengarkanmu wahai engkau yang melumpuhkan hatiku. Maka berteriaklah dalam doamu, berteriaklah dengan lantang!

Berteriaklah!

Getarkan langit-langit itu agar semua malaikat bertanya, “Duhai apa gerangan yang terjadi diantara bermilyar bintang? Duhai apa yang berlangsung hingga langit pun tergetar karenanya.

Sampai salah seorang pemimpin diantara pemimpin para malaikat itu pun berdiri tiang-tiang penyangga, berteriak untuk seluruh penjuru makhluk, “Telah terjadi suatu kisah yang begitu hebat! Telah terjadi suatu kisah yang menggetarkan langit! Jauh dari langit-langit kita, kisah yang terbentuk di bumi. Maka kisah Rama dan Majnun telah ditutup. Zaman baru telah terbentuk dengan kisah yang begitu eksotik.

Maka tahukah kamu apa yang terjadi wahai engkau yang melumpuhkan hatiku. Tahukah kamu apa yang terjadi? Nama kita terukir diseluruh tiang-tiang penyangga langit.

Maka Maha Benarlah mitos kita ini. Dan waktu akan menjadi saksi absolut cinta kita.