Yes Man!

Yes ManJika ditanya orang, film apakah yang paling inspiratif menurutku? Maka dalam hitungan 1 detik aku akan menjawab: YES MAN!

Seminggu yang lalu, karena aku bekerja sebagai pengangguran, disela kesibukanku yang sangat lowong aku menyempatkan diri untuk menonton film Yes Man! untuk kedua kalinya. Luar biasa! Biasanya, aku cukup menonton film sekali dan untuk menonton yang kedua kali akan akan merasa sangat bosan.

Film Yes Men! menurutku sangat inspiratif. Bahkan walau diperankan oleh seorang Jim Carrey yang mungkin lebih kita kenal sebagai aktor komedi. Yang jelas, film Yes Man! sedikit tidaknya telah membuat aku berubah dalam cara memandang kehidupan.

Aku hidup sebagai seorang pengecut. Bahkan untuk “menembak” seorang cewek saja aku tidak berani, walau pun setiap cewek yang “menembak” juga selalu aku tolak. Aku sering sekali menolak untuk mengerjakan sesuatu, ketakutan selalu hadir di dalam pikiranku sebelum aku melakukan apapun. Aku takut salah. Aku takut orang-orang akan membenciku. Aku takut tidak mampu membahagiakan setiap orang. Selalu ada TAKUT di dalam diriku yang membuat aku tegas untuk terus berkata TIDAK dalam setiap kesempatan.

Jika dilihat dari kebiasaan hidupku, bisa dipastikan umur 40 aku akan terkena stroke. Karena aku hidup dengan selalu dibayangi oleh ketakutan-ketakutan. Kata orang: kenapa orang jaman dahulu itu tidak pernah stroke adalah karena mereka tidak memikirkan hidup, namun menjalani kehidupan.

Baca Selengkapnya

Bahasa Kematian

Dulu, aku tidak takut mati. Entah pun jika aku mati, yang aku takutkan adalah rasa-rasa dari kematian tiba. Seperti yang pernah aku dengar cerita dari orang-orang yang telah jauh tua, tentang betapa sakitnya rasa kematian itu. Layak tebasan seribu pedang. Perih tak berperi. Teramat. Sangat.

Yang aku takutkan dulu adalah proses-proses kematianku tiba. Aku takut darah. Aku takut melihat darah atau darah yang mengalir keluar dari tubuhku yang entah terkoyak atau tersayat. Aku takut. Bahkan, melihat kambing kurban yang mengerang kesakitan bertemu dengan maut pun aku takut. Dulu pun aku tidak begini, aku yang semasa kanak malah begitu suka melihat kambing-kambing yang digiring menuju pembantaiannya. Namun, sekarang tidak lagi. Perih rasa kesakitan yang menggiring mereka seolah juga aku rasakan.

Kadang aku membayang. Bagaimana proses aku menuju kematian itu. Apakah tenggelam. Apakah terbang lantas terguling setelah dihantam. Terbakar. Remuk setelah digilas oleh sesuatu. Atau aku akan jatuh dari ketinggian, atau mati terhimpit reruntuhan. Segala hal yang aku bayangkan berujung kepada rasa sakit yang sangat. Kematian tercepat dan tidak menyisakan sakit mungkin cuma jika kepalaku pisah dari badan. Ketika aku terpancung seperti Djenar atau Hallaj.

Baca Selengkapnya