Jikalau ku mengenang jejak, ada satu pelajaran berharga yang kudapat: Cinta Butuh Dewasa.
Dulu, aku pertama mengenal cinta yang dapat kupahami secara kasat. Aku mampu memberikan cinta, aku mampu menelepon cinta, aku mampu tertawa bersama cinta. Hingga prahara datang, membordirku dalam bentuk yang tidak lagi kupahami.
Sadar. Cinta telah hilang.
Pernah kutanyakan pada cinta, “apakah engkau membutuhkan aku menjadi dewasa? Sungguh aku tidak dewasa.”
Cinta tersenyum. “Tidak.” Begitu katanya.
Awalnya aku paham cinta adalah jujur, hingga ketika prahara datang bahwa semua adalah dusta. Ternyata, cinta butuh dewasa.
Dewasa datang bak hantu blawu. Seperti gundorowo. Aku takut, aku tak berani menyerangnya. Aku ingin cinta bahagia, makanya aku diam. Aku tahu, cinta butuh dewasa.
Aku berlari ke belakang, aku takut. Aku bingung ketika cinta bilang, “kamu jangan lagi menghubungiku, ya!”