Kata orang, “kemarau semusim bisa terhapus oleh hujan sehari.”
Sebentar lagi mau musim pemilukada di Aceh, kita saksikan berbagai orang bertarung mengiklankan dirinya bahwa merekalah yang terbaik yang layak dipilih. Dan masyarakat seperti terhipnotis dengan hal tersebut, walau cenderung kebanyakan mulai apatis dengan apa yang terjadi pada negeri ini.
Saat puncak, orang-orang seperti lupa, apa yang telah dikerjakan 5 tahun lewat oleh partai-partai yang mereka pilih. Oleh orang-orang dengan wajah yang terus berganti, namun watak, kelakuan, tingkah laku, tabiat yang tetap sama. Namun, hampir setiap orang lupa. Bahwa kemarau yang mereka rasakan, terhapus oleh hujan iklan kampanye bakal calon yang mengguyur datang.
Begitu pula hal sebaliknya terjadi, “Setitik nila, rusak susu sebelanga.”
Berbagai kebaikan orang akan kita cibir jika ada kesalahan sedikit yang diperbuatnya. Rasanya kontradiksi, paradoks. Aku pun sesungguhnya bingung dengan hal yang terjadi pada watak manusia bagaimana cara mereka menilai, menelaah, dan mengeja sesuatu. Termasuk kepada diriku sendiri.
Manusia sering kali melupakan kebaikan orang lain daripada mengingatnya.
Manusia sering kali mengingat keburukan orang lain daripada melupakannya.
Coba hitung, berapa banyak kebaikan orang yang kita ingat daripada keburukan-keburukan yang terjadi di sekeliling kita. Betapa sering kita menghujan pemimpin-pemimpin kita daripada menilai kinerja mereka. Berapa banyak kita melecehkan orang-orang di belakang, mencibir mereka daripada memberitakan kebaikan-kebaikan yang telah mereka lakukan.
Namun, sayangnya ketika kita diminta untuk meminta mengingat segala keburukan yang terjadi kita malah melupakannya. Ketika kita diminta untuk mengingat kelakukan orang-orang yang sekarang sedang memimpin negeri ini dengan jalan yang timpang, kita malah lebih mudah melupakan hal tersebut dan kembali berulang jatuh ke dalam lubang yang sama.
Berapa kali Tuhan terlalu sering mengingatkan manusia, APAKAH KAMU TIDAK BERPIKIR?!
Dan ketika satu keburukan seseorang mampu menghapus segala kebaikannya, Tuhan pun mengingatkan kita, JANGANLAH KEBENCIANMU MEMBUATMU BERLAKU TIDAK ADIL!
Tuhan meminta kita menilai sesuatu sesuai porsinya. Dengarkan hati nuranimu, jika kebaikan maka nurani akan selalu terbuka dan lapang. Boleh jadi semua hati manusia telah membusuk, namun masih ada nurani, sekejam apapun, walau selintas, ada di dalam dada setiap manusia. AKU PERCAYA ITU.
Mungkin engkau akan melihat, perempuan-perempuan yang dengan tega membunuh anak yang lahir di luar pernikahan mereka. Mungkin engkau akan melihat betapa kejamnya mereka seolah tanpa nurani. Namun, aku percaya di hati mereka masih ada nurani, namun mungkin terlalu jauh ke dalam sehingga gaung-gaung teriakan nurani yang menggaung tidak lagi terdengar. Aku percaya, walau sedetik, mereka memiliki nurani tersebut namun ada banyak implikasi yang membuat mereka melakukan kekejaman itu.
Kemarau dan hujan. Ada banyak kemarau panjang yang mampu dihapus oleh hujan yang baru saja datang, demikian pula ada banyak hujan yang luruh oleh kemarau mahadahsyat yang mungkin cuma sekali terulang.
Dalam faseku kali ini, aku tidak tahu apakah melupakan kemarau tersebut atau mencoba melupakan hujan.