EVOLUSI Terakhir ?

Tuhan menciptakan sebuah puzzle kehidupan yang unik untukku, memerintahkanku bermain manis dengannya, dan lalu kemudian aku tersedot ke dalam arus puzzle itu.

Dia memberikan potongan hati, potongan harapan, potongan usaha, dan potongan masa depan. Memintaku dengan tulus menyusun tiap potongan menjadi sebuah Maha Karya. Puzzle yang unik, puzzle yang tidak terikat oleh bentuk atau apapun karenanya aku bebas merangkai hidup.

Namun dia juga bercerita, bahwa ada bingkai yang harus ditaati dan dia menamakannya rahasia sedang aku menyebutnya takdir. Bingkai yang kokoh yang dibangun dengan penuh otoriter, bingkai yang begitu kuat hingga tidak satupun hembusan nafas ini kecuali telah dicatat-Nya, dan aku menikmatinya.

Dan apakah EVOLUSI telah berakhir ?!

Aku sendiri tak mengerti. Daripada memikirkan tentang evolusi, aku lebih memilih menata puzzle-puzzle milikku. Tuhan memberikan waktu yang begitu singkat untukku dalam menyelesaikannya, Dia memberikan batas waktu hingga akhir nafas ini.

Sebahagian puzzle telah menjadi rangkaian, yaitu; aku yang ceroboh, yang urakan, yang pemalas dan begitu manja. Menurutku itu puzzle yang buruk, karenanya aku meminta izin kepada Tuhan untuk mengubahnya. Tuhan tersenyum, Dia bangga ternyata aku sadar dan mendekati dewasa.

Lalu Dia memberikan pertanyaan untukku yang tidak harus ku jawab secara verbal, namun dengan memintaku terus menyelesaikan puzzle-ku. Dia memberikan aku pertanyaan “patah hati”, memberiku pertanyaan “keterasingan”, memberiku pertanyaan “kepedihan” dan lainnya. Lalu Dia memintaku menjawabnya dengan “SENYUMAN”.

Ada beberapa pertanyaan yang mampu kujawab, namun masih banyak pertanyaan yang harus kucari jawaban, salah satunya adalah keterasingan dan kepedihan. Untuk pertanyaan “patah hati” aku menjawabnya dengan waktu, dalam prinsip waktu semua pasti berlalu.

Ahh, puzzle yang begitu kecil juga begitu besar. Terkadang ada kebuntuan dalam menatanya, dan sering air mata ini mencoba bertanya kepada Tuhan, namun Dia diam sambil tersenyum. “Baiquni, Aku memintamu untuk menyelesaikannya untuk-Ku maka lakukanlah. Jawablah dengan kehidupanmu, langkahmu adalah penentuan-Ku“.

Kebisingan hati membuatku sedikit tidak berkonsentrasi, dan itu adalah bagian dari proses menata sang puzzle. Membuatnya menjadi sebuah Maha Karya yang entah itu aku banggakan atau aku tangisi.

Rehat sejenak aku menatap kiri-kanan, ternyata mereka melakukan hal yang sama. Bersama-sama membangun Maha Karyanya, bersama-sama berevolusi menjadi jati diri. Ahh… ternyata ada yang telah menyelesaikannya dengan begitu singkat, dan dia hanya tersenyum mencoba membantu yang lainnya. Mereka telah mampu tertawa bersama Tuhan.

Berpikir tentang puzzleku, aku tertekun. Ada banyak sisi yang harus diubah, ada banyak bagian yang harus kembali fundamental. Terlalu lama aku bermain dengan teori, terlalu lama…

Cinta, kesedihan, keterasingan, penderitaan, kesombongan, obsesi. Ahh, tak mudah membangun puzzle yang indah.

Aku menutup mata, mencoba mencari Tuhan. “Tuhan, sanggupkah aku ?

Dia diam, selalu sambil tersenyum. Tak ada anggukan atau gelengan, mengulurkan tangan-Nya memberikanku waktu dan pengalaman serta masa lalu dan menganugerahiku dengan harapan.

Tuhan, EVOLUSI BELUM BERAKHIR KAN ?!