Aku mengerti perasaan itu. Tentang hati yang susah membeku, diwakili oleh bulir-bulir air yang jatuh dari dua bola mata indahmu.
Kau mungkin bertanya, mengapa aku tahu padahal aku tidak mengalami? Maka aku menjawab, karena hati kita saling terhubung. Apa yang kau alami, aku pun merasa juga.
Maka, tidaklah elok kau menyimpannya sendiri. Aku tahu hati manusia terkadang seluas samudera, tetapi palung terdalam di dalamnya pun memiliki batas.
Marilah kita duduk satu meja. Mari saling menyeruput kopi pahit ini bersama. Tak perlu memasukkan gula, apalagi garam yang akan mengganggu rasa. Biar kita saling menatap serta membuka hati. Dan dari bibir-bibir mungil itu seluruh cerita dimulai.
Babak manakah yang tak kau rasa pantas? Lantas mencoba mencari seluruh hikmah yang mungkin terlewat namun tetap alpa, hingga kau pun mengutuk-ngutuk Tuhan yang ada di atas langit sana.
Ceritalah. Jangan ragu, ceritalah.