Kemarin, sekitar jam 2 pagi dering handphone-ku berbunyi. Ada 2 panggilan masuk yang memang sengaja tidak aku angkat, selain karena nomornya tidak aku kenal, juga aku memang sangat mengantuk sekali saat itu. Merasa diabaikan, sebuah sms hadir dari nomor yang sama mengucapkan “Assalamu’alaikum”.
Sekitar pukul 3, aku membalas sms tersebut dari nomor yang berbeda. Kebetulan, nomor simpatiku habis pulsa. Baru tadi siang aku isi pulsa simpati karena memang khusus ingin menelepon seseorang, namun malah seseorang itu tidak mengangkatnya.
Ternyata, yang meneleponku itu adalah seorang anak remaja berumur 15 tahun. Seorang anak yang sedang galau untuk memilih apakah tetap ke pacarnya atau beralih kepada selingkuhannya. Dia sedang mencintai seseorang yang berbeda dari yang menjadi haknya.
“Salah tidak kak aku mencintai seseorang selain pacarku?”
“Salah!” jawabku tegas.
“Terus gimana kak? Aku terlanjur cinta sama dia. Dia pun mencintai aku. Tetapi dia tidak tahu status aku sebenarnya,” lanjutnya.
Melihat isi sms itu, entah mengapa dadaku bergemuruh hemat. Lamat, bayanganku kembali ke beberapa tahun silam, saat aku merasa begitu sakit saat seseorang mengkhianatiku.
“Aku pernah dikhianati dan rasanya sakit sekali.”
“Lupakan cowok itu, jujur sama dia. Hubungan tanpa kejujuran tidak akan membawa keberkahan.”
“Terus kak sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku mencintai mereka berdua!” Emosinya.
“Selingkuh itu semacam ujian. You can pass it or not!” Jawabku.
“Seandainya selingkuhan itu lebih baik akhlak dan sifatnya? Apa aku harus mutusi pacar?”
“Lebih sempurna bukan berarti lebih baik.”
Kemudian pembicaraan kami berlanjut. Hingga di saat itulah aku mengetahui bahwa umurnya masih 15 tahun. Umur yang masih dalam masa galau dalam mencari apa sebenarnya makna hidup. Kami terus berbicara sampai dia membuat sebuah keputusan hendak memutuskan pacarnya.
Entah bagaimana, aku merasa sangat menderita. Aku mencoba menyelami apa sebenarnya yang dirasakan oleh pacarnya itu. Sebagai cowok yang juga tidak sempurna, aku memahami bagaimana rasanya diberlakukan tidak adil. Dinilai secara sebelah mata ketika seseorang telah menemukan yang lebih baik.
Apa makhluk-makhluk bumi memang tidak pernah setia?
Terlalu banyak orang mencari kesempurnaan. Mereka merasa sempurna itu ada di luar mereka. Mereka lupa, kesempurnaan itu bukan dicari, namun dibentuk, dibangun. Kesempurnaan tidak akan pernah dapat ditemukan, karena selalu ada yang lain baik dari yang baik. Itulah gunanya apa yang Tuhan katakan merasa cukup, sebuah nilai keikhlasan dengan semua yang diberikan Tuhan.
Teramat dulu. Seseorang pernah mencari dewasa. Dia tidak menemukan dewasa dalam diriku, sehingga suatu hari dia menemukan dewasa. Aku tidak tahu, apakah dia bahagia dengan dewasa yang dikejarnya setelah dia ditipu oleh mereka yang dewasa. Setelah dewasa beralih kepada cinta yang berbeda.